Minggu, 25 November 2012

Teori Piaget



1.      Apa ?
Jean Piaget (1896-1980) dikenal dengan teori perkembangan intelektual yang menyeluruh  yang mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi dan psikologis. Piaget menerangkan inteligensi itu sendiri sebagai adaptasi biologi terhadap  lingkungan.
            contoh: manusia tidak mempunyai mantel berbulu lembut untuk melindunginya
                          dari dingin; manusia tidak mempunyai kecepatan untuk lari dari hewan
                          pemangsa; manusia juga tidak mempunyai keahlian dalam memanjat
                          pohon. Tapi manusia memiliki kepandaian untuk memproduksi pakaian   
                          dan kendaraan untuk transportasi.
Menurut Piaget (1983), inteligensi dapat dilihat dari 3 perspektif berbeda:

1. Isi
Merupakan materi kasar. Karena Piaget kurang tertarik pada apa yang anak-anak ketahui, tapi lebih tertarik dengan apa yang mendasari proses berpikir. Piaget melihat “isi” kurang penting dibanding dengan struktur dan fungsinya. Bila isi adalah “apa” dari inteligensi, sedangkan “bagaimana” dan “mengapa” ditentukan oleh kognitif atau intelektual.

2. Struktur
Struktur dan organisasi terdapat di lingkungan, tapi pikiran manusia lebih dari meniru struktur realita eksternal secara pasif. Interaksi pikiran manusia dengan dunia luar,mencocokkan dunia ke dalam “mental framework” nya sendiri. Struktur kognitif merupakan mental framework yg dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkungan dan menginterpretasikannya, mereorganisasikannya serta mentransformasikannya (Flavell, Miller dan Miller, 1993). 2 hal penting yang harus diingat tentang membangun struktur kognitif:

·         seseorang terlibat secara aktif dalam membangun proses.
·         lingkungan dimana seseorang berinteraksi penting untuk perkembangan struktural.

Piaget tidak melihat struktur kognitif sebagai mekanisme biologis lahiriah. Dia tidak percaya bahwa anak-anak memasuki dunia dengan “piranti dasar” untuk memahami realita. Anak-anak secara perlahan dan bertahap membangun cara pandang mereka sendiri terhadap realita. Pembentukan struktur kognitif mulai pada awal kehidupan, segera setelah bayi mulai memiliki pengalaman dengan lingkungan. Tapi bukankah seorang bayi yang baru lahir belum memiliki pengalaman apapun terhadap lingkungan??? Piaget percaya bahwa seorang bayi yang tidak berpengalaman penuh memiliki struktur yang sudah terbentuk yang memprogramkan mereka untuk dan berinteraksi dengan lingkungan  ini yang disebut struktur fisik, seperti sistem syaraf dan otak manusia serta organ-organ sensorik spesifik. Dan reflek-reflek yang disebut sebagai “automatic behavioral reactions”. Bayi melatih struktur-struktur ini dalam interaksi dengan lingkungan dan memulainya dengan segera untuk mengembangkan struktur kognitif.




3. Fungsi

Suatu proses dimana struktur kognitif dibangun. Semua organisme hidup yg berinteraksi dgn lingkungan mempunyai fungsi melalui proses organisasi & adaptasi. Organisasi cenderung untuk mengintegrasi diri & dunia ke dalam suatu bentuk dari bagian2 menjadi satu kesatuan yg penuh arti. sebagai suatu cara utk mengurangi kompleksitas.
 Adaptasi terhadap lingkungan terjadi dalam 2 cara:

·         organisme memanipulasi dunia luar dengan cara membuatnya menjadi     serupa dgn dirinya  proses ini disebut dengan asimilasi.
·         organisme memodifikasi dirinya sehingga menjadi lebih menyukai  lingkungannya proses ini disebut akomodasi.

Asimilasi mengambil sesuatu dari dunia luar dan mencocokkannya ke dalam struktur yang sudah ada. Contoh: manusia mengasimilasi makanan dengan membuatnya ke dalam komponen nutrisi, makanan yg mereka makan menjadi bagian dari diri mereka. Ketika seseorang mengakomodasi sesuatu, mereka mengubah diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan eksternal. Contoh: tubuh tdk hanya mengasimilasi makanan tapi juga mengakomodasikannya dengan mensekresi cairan lambung untuk menghancurkannya dan kontraksi lambung mencernanya secara involunter.

Piaget mengaplikasikan proses asimilasi dan akomodasi terhadap intelektual seperti terhadap proses fisik. Anak-anak mengasimilasi ide-ide baru, “food for thought”dengan mencocokkannya ke dalam struktur kognitif yang sudah ada dan mengakomodasikan ide-ide tersebut dengan mengubah struktur kognitif mereka dalam meresponsnya. Bila idenya baru dan struktur kognitif perlu untuk membuatnya berarti, anak-anak akan membuatnya sebagai bagian dari proses pikir mereka dan akan mengubah cara berpikir mereka dlm meresponsnya. Perkembangan intelektual tidak akan terjadi bila ide-ide anak-ana itu dikenal sudah diasimilasi atau bila mereka melanjutkan struktur tersebut untuk asimilasi.

2.    Bagaimana?
Perkembangan Sensorimotor (Lahir Usia1½ Tahun)
Pandangan Piaget pada bayi didapat secara primer dari observasi dan eksperimen sederhana terhadap 3 anaknya sendiri selama 2 tahun pertama kehidupan mereka. Perilaku Jacqueline kecil, Lucienne kecil dan Laurent kecil membuat Piaget percaya bahwa bentuk paling dini dari inteligensi adalah sensorik dan fisik alami dari bayi s/d 1½ tahun disebut tahap sensorimotor dari perkembangan. Apa sebenarnya inteligensi sensorimotor itu?? Biasanya inteligensi dikonsepkan sebagai aktivitas mental mengingat pengalaman-pengalaman yang pernah kita alami, kita pikirkan, melatih mencari solusi dari suatu masalah secara kejiwaan, membentuk citra mental terhadap realita tapi Piaget menekankan bahwa inteligensi dapat sebagai fisik juga. Sensorimotor berarti tahu benda itu seperti apa dan atau suaranya seperti apa, tahu bagaimana memanipulasi objek. Batasan yg jelas dari fungsi sensorimotor bahwa tidak mengingatkan bayi tentang masa lalu, mengantisipasi masa depan, membentuk mental images dari objek atau merefleksikannya pada pengalaman-pengalaman mereka. (Mandler, 1990). Piaget percaya bahwa bayi tidak memiliki kesadaran bahwa dunia terlepas dari kegiatan mereka what is out of sight is also out of mind.

Skema
Meski bayi tidak dapat mengkonseptualisasi, tapi mampu mengorganisasi kegiatan dan “intelligent looking”  disebut skema.  Sensorimotor ekuivalen dengan konsep, Skema-skema menunjukkan kecenderungan organisasi dimana Piaget menjelaskannya sebagai karakteristik semua organisme hidup.  Contoh: bayi baru lahir akan menghisap tanpa Pilih-pilih semua benda yang dimasukkan ke dalam mulutnya sejalan dengan waktu dan pengalaman, bayi akan lebih selektif dan menghisap hanya bila sesuai seperti bila ada puting ibu. Selektivitas ini mengindikasikan suatu kecenderungan untuk mengorganisasi dunia, juga mengindikasikan adaptasi terhadap lingkungan, karena bayi mengasimilasi Pengalaman-pengalaman baru dan mengakomodasi perilaku selanjutnya.

Sensorimotor Stages

Substage 1(Lahir Usia 1 Bulan)
Aktivitas utama: melatih refleks-refleks. Variasi-variasi kecil pada perilaku refleksif dapat terjadi karena interaksi lingkungan.

Substages 2 (Usia 1 – 4 Bulan)
Meski skema-skema individual terus berkembang, pada akhir substage ini terdapat bukti koordinasi dari skema-skema. Contoh koordinasi: menghisap – meraih  merupakan skema yg terbentuk paling baik pada substage ini. Orangtua sering memperhatikan semua yang diraih oleh bayi-bayi mereka dibawa masuk ke dalam mulut untuk dihisap. Bayi akan berusaha untuk meraih apapun untuk di masukkan ke dalam mulutnya. Gambaran penting pada substage ini, adalah primary circular reaction secara kebetulan bayi menemukan pengalaman sensorik atau motorik yang menarik yang dikaitkan dengan tubuhnya yang selanjutnya diulangi lagi.

Substage 3(Usia 4 – 8 Bulan)
Selama substage ini koordinasi skema-skema terus berlanjut dan reaksi sirkuler terlihat pada substage 2 dalam dimensi baru. Aktivitas-aktivitas berulang yg diorientasikan terhadap tubuh mereka sendiri. Bayi melatih skema2 sensorimotor mereka, lebih tertarik pada kegiatan mereka sendiri daripada terhadap benda-benda untuk kegiatan tersebu. Mereka lebih tertarik pada pengalaman meraih daripada benda yang diraihnya. Pada substage 3 ini  bayi tertarik pada efek dari kegiatan mereka terhadap dunia luar. Dlm usaha utk memperpanjang pengalaman menarik dari kegiatan mereka, bayi menunjuk kan secondary circular reaction, perilaku yang diulang-ulang dengan efek yang menyenangkan terhadap lingkungannya.

Substage 4(Usia 8 – 12 Bulan)
Substage ini merupakan aktivitas yang benar-benar terencana dan bertujuan.
Saat ini bayi akan mengaktivasi 1 skema untuk tujuan tertentu dalam menghasilkan yang lainnya dimana bayi akan mendorong ke samping suatu obyek untuk tujuan meraih sesuatu di belakangnya.

Substage 5 (Usia 12 – 18 Bulan)
Pada tahun ke2 kehidupan, anak akan berperilaku secara intesional dan mengkoordinasi skema-skema yang tidak berkaitan. Pada substage 3 bayi akan mengulangi suatu kegiatan dalam usaha untuk memperpanjang pengalaman yang menarik. Pada substage 5 terdapat pengulangan tapi juga terdapat suatu usaha untuk memvariasikan aktivitas sebagai ganti dari pengulangan sederhana.
perilaku ini disebut tertiary circular reaction. Anak-anak menikmati hal-hal yang baru dan mencari cara baru untuk menghasilkan pengalaman yang menarik.

Substage 6(Usia 18 – 24 Bulan)
Substage 5  menandai akhir dari tahap sensorimotor karena pada usia 1,5 thn
Anak-anak mulai terlibat dgn representational thinking. Mereka dapat menggunakan simbol-simbol, tidak dibatasi lagi dalam inteligensi untuk aktivitas sensorimotor.  Substage 6  dapat dianggap sebagai suatu periode transisional antara inteligensi sensori motor & preoperasional.

3.    Mengapa?

Teori Gagne



2.1        Definisi Teori Gagne
Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatannya mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari sebelum ia mengalami situasi dengan setelah mengalami situasi tadi. Belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor dari luar siswa di mana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen dalam proses belajar menurut Gagne dapat digambarkan sebagai S  -  R. S adalah situasi yang memberi stimulus, R adalah respons atas stimulus itu, dan garis di antaranya adalah hubungan di antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat saraf di mana terjadi transformasi perangsang yang diterima melalui alat dria. Stimulus ini merupakan input yang berada di luar individu dan respon adalah outputnya, yang juga berada di luar individu sebagai hasil belajar yang dapat diamati.
Gagne lebih menitikberatkan pada operasionalisasi konsep belajar kumulatif dan memberikan mekanisme untuk merancang pembelajaran dari sederhana ke kompleks. Gagne mengemukakan bahwa ada lima kemampuan yang dikatakan sebagai hasil belajar. Hasil  belajar tersebut meliputi;
1.         Keterempilan intelektual
2.         Strategi kognitif
3.         Sikap-sikap
4.         Informasi verbal
5.         Keterampilan motorik



2.2       Tanggapan dan Kelebihan Teori Gagne dalam Pembelajaran
Teori Gagne ini pada prisnsipnya mengacu pada teori behavioristik. Sehingga, konsekuensinya teori behavioristik adalah para guru yang menggunakan paradigma behavioristik akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Metode ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur kecepatan spontanitas kelenturan daya tahan dsb. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan peran orang tua.
Kelebihan teori Gagne dalam pembelajaran diantaranya:
  • Gagne disebut sebagai modern noebehaviouristik mendorong guru untuk merencanakan pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi.
  • Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan kebiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan spontanitas kelenturan reflek, dan daya tahan Contoh : Percakapan bahasa Asing, menari, mengetik, olah raga, dll.
  • Cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi hadiah atau pujian.
  • Dapat dikendalikan melalui cara mengganti mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
2.3       Impelementasi atau Penerapan Teori Gagne dalam Pembelajaran
Teori belajar Gagne dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di Indonesia. Ada beberapa pendekatan dan langkah-langkah agar bisa menerapkan teori tersebut dalam proses pembelajaran. Berdasarkan konsep Sembilan Kondisi Intruksional Gagne maka kita bisa menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:
1.      Memperoleh Perhatian.
Kegiatan ini merupakan proses guru dalam memberikan stimulus kepada siswa dengan cara meyakinkan siswa bahwa mempelajari materi tersebut itu penting. Hal ini bisa dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan ringan seputar materi yang akan disajikan.
2.      Memberikan Informasi Tujuan Pembelajaran.
Dalam hal ini guru harus mengupayakan untuk memberitahu siswa akan tujuan pembelajaran. Sehingga siswa mengetahui tujuan dari materi pembelajaran yang dipelajarinya. Ini sangat penting dilakukan agar siswa lebih termotivasi untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran.
3.      Merangsang siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari.
Upaya merangsang siswa dalam mengingat materi yang lalu bisa dilakukan dengan cara bertanya tentang materi yang telah diajarkan.
4.      Menyajikan stimulus.
Menyajikan stimulus bisa dilakukan dengan cara guru menyajikan materi pembelajaran secara menarik dan menantang. Sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung.
5.      Memberikan bimbingan kepada siswa.
Seyogyanya guru harus membimbing siswa dalam proses belajarnya. Sehingga siswa dapat terarah dalam pembelajarannya.
6.      Memancing kinerja.
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu.
7.      Memberikan balikan (feedback).
Memberikan balikan atau feedback dengan memberitahukan murid apakah hasil belajarnya sudah benar atau tidak.
8.      Menilai hasil belajar.
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal.
9.      Mengusahakan transfer.
Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain.

Belajar Bermakna



A.    BELAJAR MENURUT AUSUBEL

Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi peajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif itu adalah fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat diberikan kepada siswa dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruh konsep yang akan diajarkan. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru tanpa mengaitakan dengan konsep lainya yakni dengan metode hafalan.
Ausubel menyatakan bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna haya terjadi jika mereka menemuka sendiri pengetahuan. Namun, disini Ausubel menjelaskan bahwa belajar bermakna itu menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan belaar hafalan itu seperti memecahkan masalah dengan coba-coba, seperti menebak teka-teki. Belajar penemuan yang bermakna terjadi pada penelitian bersifat ilmiah.

1.      Belajar Bermakna
Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Peristiwa belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang. Jadi, dalam belajar bermakna, informasi baru diasimilasikan pada konsep-konsep yang telah diketahui atau dipahami terlebih dahulu dalam struktur kognitif.
Belajar bermakna yang beru mengakibatkan pertumbuhan dan modifikasi konsep-konsep awal yang telah diketahui sebelumnya. Bergantung pada sejarah pengalaman seseorang, konsep-konsep itu dapat relatif besar dan berkembang seperti konsep-konsep lainnya. Mungkin saja konsepnya menjadi sangat luas atau malah menjadi sempit.
Pada anak-anak pembentukkan konsep merupakan proses utama utama untuk memperoleh konsep-konsep. Telah kita ketahui bahwa pembentukkan konsep adalah semacam belajar penemuan yang menyangkut baik pembentukkan hipotesis dan pengujian hipotesis maupn pembentukkan generalisasi hal-al yang khusus. Waktu usia masuk sekolah tiba, kebanyakan anak telah mempunyai kerangka kosep yag mengizinkan terjadinya belaar bermakna.
2.      Belajar Bermakna
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan atau konsep-konsep awal yang tidak relevan, informasi baru dipelaari secara hafalan. Bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengasimilasika pegetahuan baru pada konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi hafalan.
Pada kenyataanya, guru dan bahan-bahan pelajaran sangat jarang menolong siswa dalam menentukan dan menggunakan konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya pada para siswa hanya teradi belajar hafalan. Lagipula sistem evaluasi di sekolah menghendaki hafalan. Jadi timbul pikiran siswa untuk apa bersusah payah mengaitkan konsep yang ada kepada pengetahuan baru seperti belajar bermakna? Kerap kali siswa-siswa hanya mengetahui saja apa yang ditanyakan dengan tidak mengerti tentang apa yang mereka bicarakan.
3.      Subsumsi-subsumsi Obileratif
Selama belajar bermakna berlangsung, informasi baru terkait pada konsep-konse dalam struktur kogniif. Untuk menekankan pada fenomena pegaitan ini, Ausubel mengemukakan istilah subsumer. Subsumer memegang peranan dalam proses perolehan informasi baru. Dalam belajar bermakna, subsumer mempunyai peranan interaktif, memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang-penghalang perseptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang beru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Proses interakti antara materi yang beru dipelajari dengan subsumer-subsumer inilah yang menjadi inti teori belajar asimilasi Ausubel. Proses ini disebut subsumsi.
Selama belajar bermakna., subsumer mengalami modifikasi dan terdeferensiasi lebih lanjut. Diferensiasi subsumer diakibatkan oleh asimilasi pengetahuan baru selama belajar bermakna berlangsung. Informasi yang dipelajari secara bermakna biasanya lebih lama diingat daripada informasi yang dipelajari secara hafalan, tetapi adakalanya unsur-unsur yang terabsumsi tidak dapat lagi dikeluarkan dari memori, jadi sudah dilupakan. Menurut Ausubel, terjadi subsumsi obileratif (subsumsi yang telah rusak). Ini tidak berarti bahwa subsumer yang tinggal telah kembli pada keadaan sebelum terjadi proses subsumsi. Jadi walaupun kelihatannya ada suatu unsur subordinat yang hilang, subsumer telah diubah oleh pengalaman belajar bermakna sebelumnya.
Menurut Ausubel dan juga Novak, ada tiga kebaikan dari belajar bermakna:
a.       Informasi yang dipelajri secara bermakna lebih lama dapat diingat;
b.      Informasi yang telah tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar beerikutnya untuk materi pelajaran yang mirip;
c.       Informasi yng dilupakan sesudah subsumsi obileratif meninggalkan efek residual pada subsumer sehingga mempermudah belajar hl-hal yang mirip, walaupun telah terjadi ‘lupa’.

4.      Variabel yang Mempengaruhi Belajar Penerimaan Bermakna
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna Ausubel ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul saat informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, jelas, dan diatur dengan baik, arti-arti yang sahih dan jelas akan timbul. Jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, struktur kognitif itu malah menghambat belajar.
Prasyarat-prasyarat belajar bermakna:
a.       Materi yang dipelajari harus bermakna secara potensial.
b.      Anak yang akan belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
Kebermaknaan materi pelajran secara potensial bergantung pada:
a.       Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis.
b.      Gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
B.     MENERAPKAN TEORI AUSUBEL DALAM MENGAJAR

1.      Pengatur Awal
Pengatur awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru.
2.      Diferensiasi Progresif
Proses penyusunan konsep dengan cara mengajarkan konsep yang paling inklusif, kemudian konsep kurang inklusif, dan terakhir adalah hal-hal yang paling khusus.
Menentukan pengetahuan yang termasuk konsep yang paling umum, paling inklusif, dan konsep-konsep subordinat dalam suatu kumpulan yang merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Menurut Novak, unutk menyusun kurikulum yang baik, mula-mula diperlukan analisis konsep dalam suatu bidang studi, kemudian diperhatikan hubungan-hubungan tertentu antara konsep-konsep ini sehingga dapat diketahui konsep yang paling umum dan superordinat dan konsep yang lebih khusus subordinat. Salah satu sebab mengapa pengajaran di sekolah menjadi tidak efektif ialah karena para pengembang kurikulum jarang sekali memilih konsep-konsep yang akna diajarkan dan lebih lagi jarang sekali mencoba mencari hubungan hierarkis yang mungkin ada di antara konsep-konsep itu. Fungsi pertama sekolah itu ialah belajar konsep. Oleh karena itu, kita harus memilih dari sekian banyak pengetahuan itu konsep utama dan konsep subordinat yang ingin kita ajarkan pada para siswa.



3.      Belajar Subordinat
Belajar subordinat tejadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Bila konsep-konsep yang telah dipelajri sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif. Hal yang sama terjadi bila anak belajar bahwa pluto, saturnus, venus, adalah planet, setelah mereka belajar bahwa pluto merupakan bintang.
4.      Penyesuaian Integratif
Untuk mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya disusun demikan rupa hingga kita menggerakkan hierarki-ierarki konseptual ‘ ke atas dan ke bawah’ selama informasi disajikan. Kita dapa mulai dengan konsep- konsep yang paling umum, tetapi kita perlu memperlihatkan bagaimana terkaitnya konsep-konsep subordinat, kemudian bergerak kembali melalui contoh-contoh ke arti-arti baru bagi konsep yang tingkatnya lebih tinggi.