2.1 Bruner dan Teorinya.
Jerome
Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli
psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori
pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan. Bruner bersetuju dengan
Piaget bahawa perkembangan kognitif kanak-kanak adalah melalui
peringkat-peringkat tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan
pembelajaran secara penemuan iaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu
kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme).
Beliau
bertugas sebagai profesor psikologi di Universiti Harvard di Amerika Syarikat
dan dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961
sehingga 1972, dan memainkan peranan penting dalam struktur Projek Madison di
Amerika Syarikat. Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor
Psikologi di Universiti Oxford di England.
Jerome
S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif.Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang
demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir.
Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan
pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses
kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan
menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang
disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua
prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model
mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada
kegunaan bagi orang itu.
Pematangan intelektual atau
pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan
respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana
seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu ”sistem simpanan”
yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan
seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang
apa yang telah atau akan dilakukannya.
1.
Empat Tema tentang Pendidikan
Tema
pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu
karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat,
bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan
satu dengan yang lain.
Tema
kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan
terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat
mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
Tema
ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan.
Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi
tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah
formulasi-formulasi itu merupaka kesimpulan yang sahih atau tidak.
Tema
keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan
cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
2.
Model dan Kategori
Pendekatan
Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama
adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif.
Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang
belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya
terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi
kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan
informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya,
suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali
struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan
menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu
struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu
atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang
diketahui.
3.
Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner
mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2)
transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan
(Bruner, 1973).
Informasi
baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki
seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan
dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi
pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru.
Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah
dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain. Hampir semua orang
dewasa melalui penggunaan tig sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuanny
secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara
penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu
ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Cara
penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan
cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan
pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian
yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif
mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara
penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh
sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak
mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan
konsep kesegitigaan. Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa.
Penyajian
simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau
pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada
konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu
cara kombinatorial.
Sebagai
contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan.
Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan
menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk
dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih
tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau
gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam
buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan
bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik
dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.
4.
Belajar Penemuan
Salah
satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner
(1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner
menganggap bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk
memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan
mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Pengetahuan
yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan.
Diantaranya adalah:
1.
Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2.
Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar
penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara
bebas.
Asumsi
umum tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa pembelajaran baru berasal
dari proses pembelajaran sebelumnya. b. Belajar melibatkan adanya
proses informasi (active learning). c. Pemaknaan berdasarkan
hubungan. d.Proses kegiatan belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan
dan strategi.
Model
kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori
perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini
memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran
melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan
hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model
ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti
yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari
ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda.
Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki
pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan
untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar.
Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu
jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari
lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan
intelektual, yaitu:
1. enactive, dimana seorang
peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek, siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya
dalam usahanya memahami lingkungan.
2. iconic, dimana
belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar
3. symbolic yang
mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak, siswa mempunyai
gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan
komunikasi dilkukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem
simbol ini samakin dominan.
Sejalan
dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu
sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran
harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan
perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan
yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan
teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral
dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif
mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami
konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan
suatu kesimpulan (discovery learning).
2.2 Teori
Instruksi Bruner
Menurut
Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan
mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan
penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Teori
instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup:
1.
Pengalaman-pengalaman
optimal bagi siswa
untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi aktivasi, pemeliharaan dan pengarahan.
Menurut Bruner, belajar dan pemecahan masalah bergantung
pada penyelidikan alternatif. Oleh karena itu, pengajaran atau instruksi harus
mempelancar dan mengatur bpenyelidikan-penyelidikan alternatif ditinjau dari
segi siswa.Penyelidikan alternatif membutuhkan aktivasi, pemeliharaan, dan
pengarahan.
Dengan kata lain, penyelidikan alternatif membutuhkan
sesuatu untuk dapat mulai. Sesudah memulai keadaan itu harus dipelihara atau
dipertahankan kemudian dijaga agar tidak kehilangan arah. Kondisi untuk aktivasi
ialah adanya suatu tingkat ketidaktentuan yang optimal. Keinginan tahu
merupakan suatu espons terhadap ketidaktentuan dan kesangsian.Suatu tugas yang
begitu terperinci menghendaki sedikit penyelidikan. Tugas yang begitu tidak
jelas dapat menimbulkan kebingungan dan kecemasan dengan akibat mengurangi
penyelidikan.
2.
Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal,
ditinjau dari segi cara penyajian,
ekonomi dan kuasa.
Struktur suatu domain pengetahuan mempuanyai tiga ciri
dan setiap ciri itu mempengaruhi kemampuan siswa untuk menguasainya. Ketiga
ciri itu adalah cara penyajian, ekonomi, dan kuasa. Cara penyajian, ekonomi,
dan kuasa berbeda bila dihubungkan dengan usia “gaya” pada siswa dan macam
bidang studi. Kita sudah mengetahui bahwa ada tiga cara penyajian, yaitu cara
anaktif, ikonik, dan simbolis serta contoh-contoh untuk setiap cara penyajian
itu telah diberikan pula. Banyak bidang studi yang mempunai berbagai alternatifcara
penyajian.
Ekonomi dalam penyajian pengetahuan dihubungkan dengan
sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan diproses untuk
mencapai pemahaman. Makin banyak jumlah informasi yang harus dipelajari siswa
untuk memahami sesuatu atau untuk menagani suatu masalah, makin banyak langkah
yang ditempuh dalam memproses suatu informasi untuk mencapai suatu kesimpulan
dan makin kurang ekonomis.
3.
Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajran secara
optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat
perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu.
Dalam mengajar, siswa dibimbing melaui urutan pernyataan
suatu masalah atau kumpulan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam menerima, mengubah, dan mentransfer apa yang telah dipelajarinya. Jadi,
urutan materi pelajaran dalam suatu domain pengetahuan mempengaruhi kesulitan
yang dihadapi siswa dalam mencapai penguasaan.
Biasanya ada berbagai urutan yang setara dalam kemudahan
dan kesulitan bagi para siswa. Tidak ada satu urutan khas bagi semua siswa dan
urutan bagi yang obtimal bergantung pada berbagai faktor, misalnya belajar
sebelumnya tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran, dan perbedaan
individu.
Dikemukakan
oleh Bruner bahwa perkembangan intelektual bergerak dari penyajian enaktif
melalui penyajian ekonik ke penyajian simbolis. Oleh karena itu, urutan optimum
materi pelajaran juga mengikuti arah yang sama.
4.
Bentuk dan pemberian reinforsemen.
Dalam teori Bruner mengemukakan bahwa bentuk hadiah atau
pujian dan hukuman harus dipikirkan. Demikian pula bila pujian atau hukuman itu
diberikan selama proses belajar mengajar.Secara intuitif, jelas bahwa selama
proses belajar mengajar berlangsung, ada suatu ketika hadiah ekstransik
bergeser ke hadiah ekstrinsik. Sebagai hadiah ekstrinsik misalnya, berupa
pujian dari guru, sedangkan hadiah instrinsik timbul karena berhasil memecahkan
masalah. Demikian pula ada kalanya hadia yang diberikan secara langsung harus
diganti dengan hadiah yang pemberiannya harus ditunda atau ditangguhkan.
Ketetapan waktu pergeseran dari hadiah ekstrinsik kehadiah intrinsik, dan dari
hadiah langsung ke hadiah yang ditangguhkan, sedikit kali diketahui, sehingga
dengan sendirinya penting untuk diperhatikan.
Akhirnya patutu ditekankan bahwa tujuan mengajar ialah untuk menjadikan
siswa merasa puas. Umpan balik berupa perbaikan-perbaikan apapun juga membawa
bahaya bagi siswa karena siswa bersangkutan menjadi tetap bergantung pada guru
atau tutor. Tutor seharusnya memperbaiki siswa demikian rupa, hingga akhirnya
siswa itu dimungkinkan untuk menggantikan fungsi tutor.
2.3 Menerapkan
Mengajar Penemuan
Bruner
berpendapat bahawa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur
konsep-konsep yang dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep dengan
mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbezaan. Selain itu,
pengajaran didasarkan kepada perangsang murid terhadap konsep itu dengan
pengetahuan sedia ada. Misalnya,kanak-kanak membentuk konsep segiempat dengan
mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat
kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam
kategori segitiga.
Dalam
teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan
baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau
kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap.
Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami,
mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk
baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu
untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau
tidak.
Tahap-tahap Penerapan Belajar Penemuan
a. Stimulus (pemberian
perangsang/stimuli); kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang
merangsang berfikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan
aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
b. Problem
Statement (mengidentifikasi masalah); memberikan kesempatan siswa
untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan
belajar kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa.
c. data
Collection (pengumpulan data); memberikan kesempatan kepada para si
belajar untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk
membuktikan benar/tidaknya,pernyataan.
d. Data
Processing (pengolahan data); yakni mengolah data yang telah
diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dan lain-lain. Kemudian
data tersebut ditafsirkan.
e. Verifikasi,
mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar dan tidaknya
hipotesis yang diterapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing.
f. Generalisasi,
mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Teori belajar penemuan yang dikemukakan oleh
Jerome Bruner adalah bagian dari teori belajar kognitif yang merupakan salah
satu model intruksional kognitif yang paling berpengaruh. Model
ini sangat membebaskan peserta didik untuk belajar sendiri. Teori ini
mengarahkan peserta didik untuk belajar secara discovery learning.
Mengenai penerapan belajar penemuan pada siswa,dapat ditinjau dari segi metode,
tujuan sertaperanan guru .
Metode dan Kategori
Tujuan belajar sebenarnya ialah untuk memperoleh
pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan-kemampuan
intelektual para siswa, dan merangsang keinginan tahu mereka dan memotivasi
kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui
belajar penemuan. Bruner menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Toward
a theory of instruction”yaitu :
We teach a subject not to produce little living libraries on that
subject but rather to get a student to think mathematically for himself to
consider matters as an historian does, to take part in the process of knowledge
– getting knowing is a process, not a product.
Artinya kalau kita mengajarkan sains
misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan-perpustakaan hidup kecil
tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berpikir secara
matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan
pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.
Peranan Guru
Peranan guru dalam prose belajar penemuan adlah sebagai
berikut.
1. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah- masalah
yang tepat untuk diselidiki para siswa.
2. Menyajikan materi pelajaran
yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah.
Guru hendaknya memulai dengan sesuatu
yang sudah dikenal siswa.
Kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan.Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan
yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian
yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu,
menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba menemukan konsep atau prinsip
yang mendasari masalah itu.
3. Guru harus menyajikan dengan cara enaktif,
ikonik dan simbolik. Enaktif adalah melaui tindakan atau dengan kata lain
belajar sambil melakukan (learning by doing). Ikonik adalah didasarkan
atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar yang
mewakili suatu konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-kata atau
bahasa-bahasa.
4. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium
atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau
tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan
yang akan dipelajari, tetapi hendaknya memberikan saran-saran bila diperlukan.
Sebagai seorang tutor, guru hendaknya memberikan umpan balik pada waktu yang
tepat.
5. Menilai hasil belajar merupakan suatu
masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar belajar penemuan ialah
mempelajarai generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri konsep-konsep
itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang
konsep dasar, dan kemampuan untuk menerapkan konsep itu ke dalam situsi baru
dan situasi kehidupan nyata sehari-hari pada siswa.
Dilapangan, penilaian hasil belajar
penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang
studi dan kemampua siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi
baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat berupa tes objektifatau tes esai.
Jadi dalam belajar
penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran. Guru hendaknya
mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian hasil
belajar meliputi tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.
Manfaat Belajar Penemuan
Belajar
penemuan memilki manfaat, yaitu sebagai berikut
1. Belajar penemuan dapat
digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna.
2. Pengetahuan yang
diperoleh peserta didik akan tertinggal lama dan mudah diingat.
3.
Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar agar peserta didik
dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima.
4.
Transfer dapat ditingkatkan di mana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh
peserta didik dari pada disajikan dalam bentuk jadi.
5. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai
pengaruh dalam menciptakan motivasi belajar.
6. Meningkatkan penalaran peserta didik dan
kemampuan untuk berfikir secara bebas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar