2.1
Pengertian Stakeholder
Pengertian
stakeholder dalam konteks ini adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal
maupun informal, seperti pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh
adat, pimpinan organisasi social dan seseorang yang dianggap tokoh atau
pimpinan yang diakui dalam pranata social budaya atau suatu lembaga
(institusi), baik yang bersifat tradisional maupun modern
Istilah stakeholders sudah
sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh banyak pihak dan hubungannnya
dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya manajemen bisnis, ilmu komunikasi,
pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan lain-lain. Lembaga-lembaga publik
telah menggunakan secara luas istilah stakeholder ini ke dalam proses-proses
pengambilan dan implementasi keputusan. Secara sederhana, stakeholder sering
dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan
suatu issu atau suatu rencana.
Stakeholder
dapat berfungsi sebagai “tokoh kunci” atau “key person” dan merupakan orang
yang menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya, seperti : Kepala Desa/Lurah,
Ketua RT, Ketua Adat, Ustadz/Kyai
Kelembagaan
yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan peranserta masyarakat dalam
memajukan pendidikan, menurut UU No 20 Tahun 2003, pasal 56 adalah berupa Dewan
Pendidikan, dan komite sekolah. Ketua dan anggota kedua lembaga tersebut dapat
digolongkan sebagai Stakeholder
Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi berbagai
pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa
defenisi yang penting dikemukakan seperti :
1. Freeman
(1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang
dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu.
2. Biset
(1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan suatu
kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering
diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman
(1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap
issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang
dimiliki mereka.
3. Stakeholder
adalah kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan peran serta
masyarakat dalam memajukan pendidikan, dan komite sekolah.
Pandangan-pandangan
di atas menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab
pertanyaan siapa stakeholder suatu issu tapi juga sifat hubungan stakeholder
dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Aspek-aspek
ini sangat penting dianalisis untuk mengenal stakeholder.
2.2
Macam – macam Stakeholder.
Berdasarkan kekuatan, posisi penting,
dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu, stakeholder dapat diketegorikan
kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder
kunci.
1. Stakeholder Utama
(Primer)
Stakeholder utama merupakan
stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu
kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama
dalam proses pengambilan keputusan.
Contohnya
:
Masyarakat
dan tokoh masyarakat, masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni masyarakat
yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak
(kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini.
Sedangkan tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang oleh masyarakat
ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi
masyarakat. Di sisi lain, stakeholders utama adalah juga pihak manajer Publik
yakni lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan
implementasi suatu keputusan.
2. Stakeholder Pendukung
(Sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder)
adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung
terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian
(concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh
terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.
Yang
termasuk dalam stakeholders pendukung (sekunder) :
1. Lembaga(Aparat)
pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
2. Lembaga
pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara
langsung dalam pengambilan keputusan.
3. Lembaga
swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai
dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki concern (termasuk
organisasi massa yang terkait).
4. Perguruan
Tinggi yakni kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan
keputusan pemerintah serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait sehingga mereka
juga masuk dalam kelompok stakeholder pendukung.
5. Pengusaha
(Badan usaha) yang terkait
3. Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan
stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan
keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai
levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu keputusan
untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang
termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
1. Pemerintah
Kabupaten
2. DPR
Kabupaten
3. Dinas
yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
2.3
Komponen Stakeholder Pendidikan
o
Masyarakat lokal (ada anggapan pendidikan hanya
tanggungjawab pemerintah, sehingga desentralisasi pendidikan belum dimaknai
oleh masyarakat sebagai pengembangan kemajuan pendidikan). UU No 32 tahun 2004
tentang pemerintahan daerah telah mengilhami otonomi pendidikan di daerah.
Namun dalam tahun 2006 muncul apa yang kita kenal Ujian Nasional, padahal
konsep tersebut cenderung konsep penyeragaman budaya yang berbeda. Bukankah
pendidikan yang demokratis adalah pendidikan yang memberikan kebebasan bagi
daerah untuk menyesuaikan dengan perkembangan daerahnya serta apakah
pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang di daerah dapat
disamaratakan kualitasnya. Fungsi pendidikan kekinian adalah transisi iptek dan
masyarakat masa depan yang menghargai kebhinekaan dan keragaman pendapat.
o
Orang tua (selalu beranggapan sekolah saja
tempat pendidikan, sehingga kurang serius memperhatikan kemajuan anak baik
secara behavior maupun psikologis). Peserta didik lebih cenderung terbentuk
dari karakter proses kehidupan dalam keluarga, sekolah lebih cenderung
memberikan pengetahuan saja. Namun sangat disayangkan bahwa kondisi orangtua
dalam masyarakat Indonesia masih hidup terbelakang baik secara ekonomi maupun
kesehatan (kurang gizi), serta kerja yang serabutan, sehingga dapat kita bayangkan
bagaimana generasi yang dihasilkannya dalam rangka peningkatan pendidikan
non-formal anak disamping pendidikan di sekolah.
o
Peserta didik (belum sepenuhnya peserta didik
dari berbagai tingkatan yang tertampung, sehingga berdampak pada jumlah anak
putus sekolah karena biaya tinggi dan juga kurang didukung oleh faktor
pendekatan pisik (gizi) dan pendekatan psikis.
o
Negara (dari segi material bahwa negara belum menempatkan pos
khusus untuk pendidikan, dan kesannya dana pendidikan disediakan secara tambal
sulam, jelas kita akan mengetahui apa hasil pendidikan dengan dana terbatas.
Siap atau tidak siap, pendidikan di daerah memerlukan perhatian serius terutama
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pemanfaatan sumberdaya manusia di daerah.
Selanjutnya dana pendidikan 20% yang dianggarkan dalam APBN/APBD masih sebatas
wacana, kalaupun ada biaya murah atau gratis biaya pendidikan di daerah-daerah
tertentu, kesannya dipaksakan untuk populis saja bahkan untuk menarik simpati
partai politik pendukung saja bukan sebagai bentuk perencanaan pendidikan yang
matang.
o
Pengelola profesi pendidikan (cenderung menyelenggarakan
pendidikan bukan motiv mencerdaskan tetapi profit oriented atau bisnis
sehingga pendidikan terkesan mahal, sementara pendidikan formal yang disediakan
negara sangat terbatas menampung peserta didik). Dikawatirkan oleh Neils
Postman seorang pemikir pendidikan dunia, akan terjadi apa yang dinamakan teacher
as as subversive activity. Untuk itu sekolah harus bisa menjadi alat
kontrol cita-cita kemajuan bangsa sesuai filsafat pendidikan dan arah kebijakan
pembangunan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 45.
Dari kelima stakeholder pendidikan di atas, setidaknya
tatakelola pendidikan benar-benar dapat terintegrasi dalam pembangunan
nasional, yang akuntabilitasnya bukan saja tanggungjawab pemerintah melainkan
sudah menjadi tanggungjawab semua lapisan masyarakat. Dengan demikian pada masa
mendatang pembangunan pendidikan diharapkan dapat memberikan pencitraan publik
atau performans pendidikan nasional yang berkualitas dan menghasilkan peserta
didik yang mampu menghadapi pasar kerja (link and match) serta siap dengan
persaingan gobal
2.4 Bentuk Kemitraan dengan Komite Sekolah, Dunia Usaha,
dan Dunia Industri (DUPI) dan Industri Lainnya
Bentuk kemitraan yang dapat dilakukan oleh tenaga
kependidikan dengan stakeholder antara lain berupa :
1.
Kerjasama
dalam penggalangan dana pendidikan baik untuk kepentingan proses pembelajaran,
pengadaan bahan bacaan (buku), perbaikan mebeuler sekolah, alat administrasi
sekolah, rehabilitasi bengunan sekolah maupun peningkatan kualitas guru itu
sendiri.
2.
Kerjasama
penyelenggaraan kegiatan pada momen hari – hari besar nasional dan keagamaan.
3.
Kerjasama
dengan sponsor perusahaan dalam rangka meningkatkan kualitas gizi anak sekolah,
seperti dengan perusahaan susu atau makanan sehat bagi anak – anak sekolah, dan
bentuk kemitraan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar