BAB
II
PEMBAHASAN
Davies mengemukakan bahwa evaluasi
merupakan proses untuk memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan,
kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, maupun objek (Davies, 1981:3).
Menurut Wand dan Brown, evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan nilai
dari sesuatu (dalam Nurkancana, 1986:1).
Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi
dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek
tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu ( Sudjana, 1990:3). Dengan
berdasarkan batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara
umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu
(tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, maupun objek)
berdasarkan kriteria tertentu.
Evaluasi
mencakup sejumlah teknik yang tidak bisa diabaikan oleh seorang guru maupun
dosen. Evaluasi bukanlah sekumpulan teknik semata-mata, tetapi evaluasi
merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang mendasari keseluruhan kegiatan
pembelajaran yang baik.
Evaluasi
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan
suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu
tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Fungsi utama evaluasi adalah
menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat
sebagai dasar untuk pengambilan keputusan
Sesuai
pendapat Grondlund dan Linn (1990) mengatakan bahwa evaluasi pembelajaran adalah suatu proses mengumpulkan,
menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras sistematik untuk menetapkan
sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan
dan menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang
pembelajaran.
Untuk
memeperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui
kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau
angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan
tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran
(measurment) dan evaluasi (evaluation). Kegiatan pengukuran merupakan dasar
dalam kegiatan evaluasi.
Evaluasi
pembelajaran bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana efisiensi proses
pembelajaran yang dilaksanakan dan efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Dalam rangka kegiatan pembelajaran, evaluasi dapat
didefinisikan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Erman
(2003:2) menyatakan bahwa evaluasi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai
penentuan kesesuaian antara tampilan siswa dengan tujuan pembelajaran. Dalam
hal ini yang dievaluasi adalah karakteristik siswa dengan menggunakan suatu
tolak ukur tertentu. Karakteristik-karakteristik tersebut dalam ruang lingkup
kegiatan belajar-mengajar adalah tampilan siswa dalam bidang kognitif
(pengetahuan dan intelektual), afektif (sikap, minat, dan motivasi), dan
psikomotor (ketrampilan, gerak, dan tindakan). Tampilan tersebut dapat
dievaluasi secara lisan, tertulis, mapupun perbuatan. Dengan demikian
mengevaluasi di sini adalah menentukan apakah tampilan siswa telah sesuai
dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan atau belum.
Apabila
lebih lanjut kita kaji pengertian
evaluasi dalam pembelajaran, maka akan diperoleh pengertian yang tidak jauh
berbeda dengan pengertian evaluasi secara umum. Pengertian evaluasi
pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai pembelajaran yang
dilaksanakan, dengan melalui kegiatan pengukuran dan penilaian pembelajaran.
Pengukuran yang dimaksud di sini adalah proses membandingkan tingkat
keberhasilan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan pembelajaran yang telah
ditentukan secara kuantitatif, sedangkan penilaian yang dimaksud di sini adalah
proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan pembelajaran secara kualitatif.
2.2
Evaluasi
Proses dan Evaluasi Hasil
a. Evaluasi Proses Pembelajaran
Evaluasi proses pembelajaran
merupakan tahap yang perlu dilakukan oleh guru untuk menentukan kualitas
pembelajaran. Kegiatan ini sering disebut juga sebagai refleksi proses
pembelajaran, karena kita akan menemukan kelebihan dan kekurangan dari proses
pembelajaran yang telah dilakukan.
Dalam
Permen (Peraturan Menteri) No. 41 tahun 2007 tentang Standar proses dinyatakan
bahwa evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas
pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan poses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
Evaluasi
proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara:
a. Membandingkan
poses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses
b. Mengidentifikasi
kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru
A. EVALUASI
DIRI
Evalusi proses pembelajaran dapat
dilakukan oleh guru yang bersangkutan secara mandiri. Guru dapat menuangkan
evaluasi yang telah dilakukannya dalam jurnal refleksi pembelajaran. Guru dapat
mengisi jurnal ini pada setiap pelajaran yang telah diberikan/ diajarkan atau
selama guru tersebut melaksanakan pekerjaan sehari-harinya sebagai guru.
Jurnal
merekam renungan dan refleksi dari pikiran, seperti:
•
Apa yang saya ajarkan hari ini?
•
Apa yang masih membingunkan bagi siswa?
•
Apakah saya menemukan masalah dan issu yang
tidak diharapkan?
•
Apa jenis pembelajaran tingkat tinggi yang
saya sampaikan?
•
Apa jenis pembelajaran tingkat rendah yang
saya sampaikan?
•
Apakah siswa saya dapat menerima materi
yang saya ajarkan?
•
Apakah saya telah membelajarkan siswa?
•
Bagaimana saya memperbaiki tehnik
pembelajaran?
•
Apa yang ingin dan perlu kuketahui lebih
banyak lagi?
•
Apa sumber belajar yang memberi ilham dan
menyenangkan saya (photo, websites, dan lain lain)
•
Apakah tujuan pembelajaran dapat tercapai?
B. EVALUASI KOLABORATIF
Guru dapat melakukan evaluasi proses
pembelajaran secara kolaboratif. Kolaborasi dapat dilakukan dengan rekan guru
atau siswa.
C. DOKUMENTASI PROSES PEMBELAJARAN
Dalam evaluasi proses pembelajaran,
yang perlu diperhatikan juga adalah mendokumentasikan berbagai hal yang
menyangkut proses pembelajaran. Hal-hal yang perlu didokumentasikan adalah:
1. dokumen
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
2. dokumen
hasil diskusi, kliping, laporan hasil analis terhadap suatu masalah yang menunjukkan
keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
3. dokumen
pemanfaatan berbagai fasilitas yang menunjukkan difungsikannya sumber-sumber
belajar.
4. dokumen
yang menunjukkan adanya kegiatan mengunjungi perpustakaan, mengakses internet,
kelompok ilmiah remaja, kelompok belajar bahasa asing, mengunjungi sumber
belajar di luar lingkungan sekolah (museum, kebun raya, pusat industri) yang
menunjukkan adanya program pembiasaan mencari informasi/pengetahuan lebih
lanjut dari berbagai sumber belajar.
5. dokumen
pemanfaatan lingkungan baik di dalam maupun di luar kelas seperti kebun untuk
praktek biologi, daur ulang sampah, kunjungan ke laboratorium alam, dan
sebagainya yang menunjukkan adanya pengalaman belajar untuk memanfaatkan
lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab.
6. dokumen
kegiatan pekan bahasa, seni dan budaya, pentas seni, pameran lukisan, teater,
latihan tari, latihan musik, ketrampilan membuat barang seni, karya teknologi
tepat guna dan lain sebagainya yang menunjukkan adanya pengalaman mengekspresikan
diri melalui kegiatan seni dan budaya.
7. dokumen
kegiatan megunjungi pameran lukisan, konser musik, pagelaran tari, musik,
drama, dan sebagainya yang menunjukkan adanya pengalaman mengapresiasikan karya
seni dan budaya.
8. dokumen
kegiatan mengikuti pertandingan antar kelas, tingkat kabupaten / propinsi /
nasional yang menunjukkan adanya pengalaman belajar untuk menumbuhkan sikap
kompetitif dan sportif.
9. dokumen
pembiasaan dan pengamalan ajaran agama seperti aktivitas ibadah bersama,
peringatan hari-hari besar agama, membantu warga sekolah yang memerlukan.
10. dokumen
penugasan latihan ketrampilan menulis siswa, seperti: hasil portofolio, buletin
siswa, majalah dinding, laporan penulisan karya tulis, laporan kunjungan
lapangan, dan lain-lain.
11. dokumen
laporan kepengawasan proses pembelajaran yang dilakukan oleh kepala sekolah.
b. Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi
hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui
kegiatan penilaian dan/atau pengukuran hasil belajar. Tujuan utamanya adalah
untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai
dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol.
Hasil
dari kegiatan evaluasi belajar pada akhirnya difungsikan dan ditunjuk untuk
keperluan berikut.
a.
Untuk diagnostik dan pengembangan
b.
Untuk seleksi
c.
Untuk kenaikan kelas
d.
Untuk penempatan
Langkah-langkah
Pokok dalam Evaluasi
Sekalipun tidak selalu sama, namun
pada umumnya para pakar dalam bidang evaluasi pendidikan merinci kegiatan
evaluasi hasil belajar ke dalam enam langkah pokok.
1.
Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
Sebelum evaluasi hasil belajar
dilaksanakan, harus disusun lebih dahulu perencanaannya secara baik dan matang.
Perencanaan evaluasi hasil belajar itu umumnya mencakup enam jenis kegiatan,
yaitu:
·
Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi.
Perumusan tujuan evaluasi hasil belajar itu penting sekali, sebab tanpa tujuan
yang jelas maka evaluasi hasil belajar akan berjalan tanpa arah dan pada
gilirannya dapat mengakibatkan evaluasi menjadi kehilangan arti dan fungsi.
·
Menetapkan aspek-aspek yang akan
dievaluasi; misalnya apakah aspek kognitif, afektif, ataukah psikomotorik.
·
Memilih dan menentukan teknik yang akan
dipergunakan di dalam pelaksanaan evaluasi, misalnya apakah evaluasi itu
dilaksanakan dengan teknik tes, ataukah teknik non tes. Jika teknik yang
dipergunakan itu adalah teknik non tes, apakah pelaksanannya dengan menggunakan
pengamatan (observasi), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket
(questionnaire).
·
Menyusun alat-alat pengukur yang akan dipergunakan
dalam pengukura dan penilaian hasil belajar peserta didik, seperti butir-butir
soal tes hasil belajar (untuk evaluasi yang menggunakan teknik tes). Daftar
check (check list), rating scale,
panduan wawancara (interview guide) atau daftar angket (questionnaire), untuk evaluasi yang
menggunakan teknik non tes.
·
Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria
yang akan dijadikan pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi
terhadap data hasil evaluasi. Misalnya apakah akan digunakan Penilaian Beracuan
Patokan (PAP) ataukah akan dipergunakan Penilaian Beracuan Kelompok atau Norma
(PAN).
·
Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi
hasil belajar itu sendiri (kapan dan seberapa kali evaluasi hasil belajar itu
dilaksanakan).Menghimpun data
2.
Melakukan verifikasi data
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud
nyata dari kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan pengukuran, misalnya
dengan menyelenggarakan tes hasil belajar apabila evaluasi hasil belajar itu
mengguanakan teknik tes, ataukah melakukan pengamatan, wawancara atau angket
dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check
list, interview guide atau questionnaire apabila evaluasi hasil belajar itu
menggunakan teknik non tes.
Data yang telah berhasil dihimpun
disaring terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan itu
dikenal dengan istilah penelitian data atau verifikasi data. Verifikasi data
dimaksudkan untuk dapat memisahkan data yang baik yaitu data yang dapat
memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok
individu yang sedang dievaluasi, dari data yang kurang baik yaitu data yang
mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta diolah.
PROSEDUR
EVALUASI
Prosedur yang dimaksud adalah
langkah-langkah pokok yang harus ditempuh dalam kegiatan evaluasi, yaitu :
§
membuat
perencanaan, yang meliputi : menyusun kisi-kisi dan uji-coba,
§
mengumpulkan
data,
§
mengolah
data,
§
menafsirkan
data, dan
§
menyusun
laporan
MEMBUAT
PERENCANAAN EVALUASI
1.
Menyusun Kisi-kisi
Kisi-kisi adalah suatu format yang
berisi komponen identitas dan komponen matriks untuk memetakan soal dari
berbagai topik/ satuan bahasan sesuai dengan kompetensi dasarnya masing-masing.
Fungsi adalah sebagai pedoman bagi guru untuk membuat soal menjadi tes. Adapun
syarat-syarat kisi-kisi yang baik adalah :
a.
Mewakili
isi kurikulum yang akan diujikan.
b.
Komponen-komponennya
rinci, jelas, dan mudah dipahami.
c.
Soal-soalnya
dapat dibuat sesuai dengan indicator dan bentuk soal yang ditetapkan.
Untuk menyusun kisi-kisi ini,
sebelumnya guru harus mempelajari silabus mata pelajaran, karena tidak mungkin
kisi-kisi dibuat tanpa adanya silabus. Dalam silabus biasanya sudah terdapat
standar kompetensi, kompetensi dasar, dan urutan materi yang telah disampaikan.
Guru tinggal merumuskan indikator berdasarkan sub topik/sub pokok bahasan.
Indikator adalah rumusan pernyataan yang menggunakan kata kerja operasional
sesuai dengan materi yang akan diukur. Ciri-ciri indikator adalah :
a.
Mengandung satu kata kerja operasional yang
dapat diukur (measurable) dan dapat diamati (observable)
b.
Sesuai dengan materi yang hendak diukur.
c.
Dapat dibuatkan soalnya sesuai dengan
bentuk yang telah ditetapkan.
2.
Uji Coba
Jika soal dan perangkatnya sudah
disusun dengan baik, maka perlu diujicobakan terlebih dahulu di lapangan.
Tujuannya untuk melihat soal-soal mana yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan
dibuang sama sekali. Soal yang baik adalah soal yang sudah mengalami beberpa
kali uji coba dan revisi, yang didasarkan atas analisis empiris dan rasional.
Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan setiap soal
3.
Pelaksanaan Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi artinya
bagaimana cara melaksanakan suatu evaluasi, baik melalui tes (tertulis, lisan
maupun perbuatan) maupun melalui nontes. Dalam pelaksanaan evaluasi, guru harus
memperhatikan kondisi tempat tes diadakan. Tempat ini harus terang dan enak
dipandang serta tidak menakutkan,
sehingga peserta didik tidak takut dan gugup. Suasana tes harus kondusif agar
peserta didik nyaman menjawab pertanyaan tes. Dalam pelaksanaan tes lisan, guru
tidak boleh membentak dalam memberikan pertanyaan dan tidak boleh memberikan
kata-kata yang merupakan kunci jawaban. Untuk itu, perlu disusun tata tertib
pelaksanaan evaluasi.
4.
Pengolahan Data
Setelah semua data kita kumpulkan,
baik data itu dari kita langsung yang mengadakan kegiatan evaluasi maupun dari
orang lain yang mengevaluasi orang yang kita maksud, data tersebut harus diolah.
Mengolah data berarti ingin memberikan nilai dan makna kepada testi mengenai
kualitas hasil pekerjaannya. Misalnya, jika seorang murid mendapat nilai 65,
kita belum dapat memberikan keputusan tentang murid itu, apakah yang termasuk
cerdas atau kurang apalagi memberikan keputusan
mengenai aspek keseluruhan kepribadian murid
5.
Penafsiran Hasil Evaluasi
Penafsiran terhadap suatu hasil
evaluasi harus didasarkan atas kriteria tertentu yang disebut norma. Bila
penafsiran data itu tidak berdasarkan kriteria atau norma tertentu hanya
berdasarkan pertimbangan pribadi dan kemanusiaan, maka termasuk kesalahan yang
besar. Ada dua jenis penafsiran data, yatu penafsiran kelompok dan penafsiran
individual. Penafsiran kelompok adalah penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui
karakteristik kelompok berdasarkan data hasil evaluasi, antara lain prestasi
kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok, dan distribusi nilai kelompok.
Sedangkan penafsiran individual adalah penafsiran yang hanya tertuju kepada
individu saja. Misalnya, dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan atau situasi
klinis lainnya.
6.
Laporan
Semua kegiatan dan hasil evaluasi
harus dilaporkan kepada berbagai pihak yang berkepentingan, seperti pimpinan/kepala sekolah, pemerintah,
dan peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang dicapai
peserta didik dapat diketahui oleh berbagai pihak dan dapat menentukan langkah
selanjutnya. Di samping itu, laporan juga penting bagi peserta didik itu
sendiri agar ia mengetahui kemampuan yang dimilikinya, dan atas dasar itu ia
menentukan kemana arah yang harus ditempuhnya serta apa yang harus
dilakukannya.
Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi merupakan proses yang sangat
penting dalam kegiatan pendidikan formal. Ada beberapa fungsi evaluasi, yakni:
·
Evaluasi merupakan alat yang penting
sebagai umpang balik bagi siswa. Melalui evaluasi, siswa akan mendapatkan
informasi tentang aktivitas pembelajaran yang dilakukan. Dari hasil evaluasi
siswa akan dapat menentukan harus bagaimana proses pembelajaran yang perlu dilakukan.
·
Evaluasi merupakan alat yang penting untuk
mengetahui bagaimana ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah
ditentukan. Siswa akan tahu bagaian mana yang perlu di pelajarai lagi dan
bagian mana yang tidak perlu.
·
Evaluasi dapat memberikan informasi untuk
mengembangkan progran kurikulum. Informasi ini sangat dibutuhkan baik untuk
guru maupun untuk para pengembang kurikulum khususnya untuk perbaikan program
selanjutnya.
·
Informasi dari hasil evaluasi dapat
digunakan oleh siswa secara individual dalam mengambil keputusan, khususnya
untuk menentukan masa depan sehubungan dengan bidang pekerjaan serta
pengembangan karir.
·
Evaluasi berguna untuk para pengembang
kurikulum khususnya dalam menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai. Misalnya apakah
tujuan itu mesti dikurangi atau ditambah.
·
Evaluasi berfungsi sebagai umpang balik
untuk semua pihak yang tua, untuk guru dan pengembang kurikulum, untuk
perguruan tinggi, pemakai lulusan, untuk orang yang mengambil kebijakan
pendidikan termasuk juga untuk masyarakat. Melalui evaluasi dapat dijadikan
bahan informasi tentang efektivitas program sekolah. (Sanjaya, Wina: 2008: 339)
Manfaat Evaluasi Pembelajaran
Secara umum manfaat yang dapat
diambil dari kegiatan evaluasi dalam pembelajaran, yaitu :
1.
Memahami sesuatu : mahasiswa (entry
behavior, motivasi, dll), sarana dan prasarana, dan kondisi dosen.
2.
Membuat keputusan : kelanjutan program,
penanganan “masalah”, dll
3.
Meningkatkan kualitas PBM (Proses Belajar
Mengajar): komponen-komponen PBM
Sementara secara lebih khusus
evaluasi akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan
pembelajaran, seperti siswa, guru, dan kepala sekolah.
v Bagi Siswa
Mengetahui tingkat pencapaian tujuan
pembelajaran : Memuaskan atau tidak memuaskan
v Bagi
Guru
1. mendeteksi
siswa yang telah dan belum menguasai tujuan : melanjutkan, remedial atau
pengayaan
2. ketepatan
materi yang diberikan : jenis, lingkup, tingkat kesulitan, dll
3. ketepatan
metode yang digunakan
v Bagi
Sekolah
1.
hasil belajar cermin kualitas sekolah
2.
membuat program sekolah
3.
pemenuhan standar
3.Syarat-Syarat
Evaluasi Pembelajaran yang Baik
Sebuah instrumen evaluasi hasil
belajar hendaknya memenuhi syarat sebelum di gunakan untuk mengevaluasi atau
mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid
(tidak sesuai kenyataan sebenarnya). Alat evaluasi yang kurang baik dapat
mengakibatkan hasil penilaian menjadi bias atau tidak sesuainya hasil penilaian
dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti contoh anak yang pintar dinilai tidak
mampu atau sebaliknya.
Jika terjadi demikian perlu ditanyakan
apakah persyaratan instrumen yang digunakan menilai sudah sesuai dengan
kaidah-kaidah penyusunan instrumen.
Instrumen Evaluasi yang baik
memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah antara lain :
* Validitas
* Reliabilitas
* Objectivitas
* Pratikabilitas
* Ekomonis
* Taraf
Kesukaran
* Daya Pembeda
Validitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
bahwa Validitas diartikan sebagai sifat benar, menurut bukti yang ada, logika
berfikir, atau kekuatan hokum. Menurut Diknas bahwa validitas adalah kemampuan
suatu alat ukur untuk mengukur sasaran ukurnya. Sedangkan menurut Wiki pedia
Indonesia diterjemahkan , kesahihan, kebenaran yang diperkuat oleh bukti atau
data. Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Sisi lain dari pengertian validitas
adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya
mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran
yang cermat mengenai data tersebut. Dengan demikian kata valid sering diartikan
dengan tepat, benar, sahih, absah, sehingga kata valid dapat diartikan
ketepatan, kebenaran, kesahihan, atau keabsahan. Menurut Anas Sujiono apabila
kata valid dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat pengukur maka tes dikatakan
valid adalah apabila tes tersebut dengan secara tepat, secara benar, secara
sahih, atau secara absah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, dengan kata
lain tes dapat dikatakan telah memiliki Validitas apabila tes tersebut dengan
secara tepat, benar, sahih atau absah telah dapat mengungkap atau mengukur apa
yang seharus diungkap atau diukur lewat tes tersebut. Suatu skala atau
instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila
instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang
memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan
tujuan pengukuran.
Dalam
kaitannya dengan tes dan penilaian, Retno mengemukakan tiga pokok pengertian
yang bisa digunakan sebagai berikut :
a.
Validitas berkenaan dengan hasil dari sutu
alat tes atau alat evaluasi, dan tidak menyangkut alat itu sendiri. Tes
intelegensi sebagai alat untuk melakukan tes kecerdasan hasilnya valid , tapi
kalau digunakan untuk melakukan tes hasil belajar tidak valid.
b.
Validitas adalah persoalan yang menyangkut
tingkat (derajat), sehingga istilah yang digunakan adalah derajat validitas
suatu tes maka suatu tes ada yangh disebut validitasnya tinggi, sedang dan
rendah.
c.
Validitas selalu dibatasi pada
pengkususannya dalam penggunaan dan tidak pernah dalam arti kualitas yang umum.
Suatu tes berhitung mungkin tinggi validitasnya untuk mengukur keterampilan
menjumlah angka, tetapi rendah validitasnya untuk mengukur berfikir matematis
dan sedang validitasnya untuk meramal keberhasilan siswa dalam pelajaran
matematik yang akan datang.
Validitas adalah kesahihan
pengukuran atau penilaian dalam penelitian. Dalam analisis isi, validitas
dilakukan dengan berbagai cara atau metode sebagai berikut.
1.
Pengukuran produktivitas (productivity),
yaitu derajat di mana suatu studi menunjukkan indikator yang tepat yang
berhubungan dengan variabel.
2.
Predictive validity, yaitu derajat
kemampuan pengukuran dengan peristiwa yang akan datang.
3.
Construct validity, yaitu derajat
kesesuaian teori dan konsep yang dipakai
dengan alat pengukuran yang dipakai dalam penelitian tersebut.
Macam-macam
Validitas
Menurut Suharsimi ada dua jenis
validitas yaitu validitas logis dan validitas empiris. Sementara Retno
validitas itu terbagi menjadi lima tipe yaitu validitas tampang (face
validity), validitas logis (logical validity), validitas vaktor (factorikal
validity), Validitas isi (conten validity), dan validitas empiris (empirical
validity). Sedangkan menurut Anas ternik pengujian validitas hasil belajar
secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu pengujian validitas tes secara
rasional dan pengujian validitas tes secara empirik.
Pada dasarnya para ahli pendidikan
melihat pengujian validitas tes itu dapat dilihat dari:
1. Pengujian validitas tes secara rasional.
Istilah
lain dari istilah validitas rasional adalah validitas logika, validitas ideal
atau validitas dassollen. Istilah validitas logika (logical validity)
mengandung kata logis berasal dari kata logika yang berarti penalaran. Dengan
makna demikian bahwa validitas logis untuk sebuah instrumen yang memenuhi
persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran, kondisi valid tersebut dipandang
terpenuhi karena instrumen bersangkutan sudah dirancang secara baik mengikuti
teori dan ketentuan yang ada. Dengan demikian validitas logis ini dikatakan
benar apabila tes yang dilakukan sesuai denga ketentuan, peraturan dan teori
yang ada, sehingga suatu tes itu dapat dikatakan valid dapat dilihat setelah
instrumen soal tes tersebut telah selesai dibuat.
2.
Pengujian Validitas Tes secara Empiris
Istilah “Validitas empiris” memuat
kata “empiris” yang artinya “pengalaman” sebuah instrumen dapat dikatakan
memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Yang dimaksud
dengan validitas empiris adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil
analisis yang bersifat empirik. Sedangkan menurut Ebel bahwa Empirical Validity
adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu
kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa
yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Validitas
Menurut
Retno ada beberapa hal yang mempengaruhi validitas alat pengukur sebagai
berikut :
1. Faktor di dalam tes itu sendiri
2. Faktor dalam respon siswa, ini terjadi jika
: Siswa mengalami gangguan emosional dalam menjawab tes, Siswa hanya cendrung
menerka-nerka dalam menjawab tes,
3. Faktor dalam mengadministrasi tes dan
pembijian.
Sebuah Instrumen Evaluasi dikatakan baik
manakala memiliki validitas yang tinggi. Yang dimaksud Validitas disini adalah
kemampuan instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Ada tiga
Aspek yang hendak dievaluasi dalam evaluasi hasil belajar yaitu Aspek Kognitif,
Psikomotor dan Afektif.Tinggi Rendahnya validitas instrumen dapat di hitung
dengan uji validitas dan di nyatakan dengan koefisien validitas.
Reliabilitas
Instrumen dikatakan memiliki
reliabilitas yang tinggi manakala instrumen tersebut dapat menghasilkan hasil
pengukuran yang ajeg. Keajegan/ketetapan disini tidak diartikan selalu sama tetapi
mengikuti perubahan secara ajeg. Jika keadaan seseorang si upik berada lebih
rendah dibandingkan orang lain misalnya si Badu, maka jika dilakukan pengukuran
ulang hasilnya si upik juga berada lebih rendah terhadap si badu. Tinggi
rendahnya reliabilitas ini dapat di hitung dengan uji reliabilitias dan
dinyatakan dengan koefisien reliabilitas.
Objectivitas
Instrumen
evaluasi hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh subyektifitas pribadi dari
si evaluator dalam menetapkan hasilnya. Dalam menekan pengaruh subyektifitas
yang tidak bisa dihindari hendaknya evaluasi dilakukan mengacu kepada pedoman
tertama menyangkut masalah kontinuitas dan komprehensif.
Evaluasi harus dilakukan secara kontinu
(terus-menerus). Dengan evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka evaluator
akan memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang keadaan Audience yang dinilai. Evaluasi yang
diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua kali, tidak akan dapat
memberikan hasil yang obyektif tentang keadaan audience yang di evaluasi.
Faktor kebetulan akan sangat mengganggu hasilnya.
Praktikabilitas
Sebuah intrumen evaluasi dikatakan
memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila bersifat praktis mudah
pengadministrasiannya dan memiliki ciri : Mudah dilaksanakan, tidak menuntut
peralatan yang banyak dan memberi
kebebasan kepada audience mengerjakan yang dianggap mudah terlebih dahulu.
Mudah pemeriksaannya artinya dilengkapi pedoman skoring, kunci jawaban.
Dilengkapi petunjuk yang jelas sehingga dapat di laksanakan oleh orang lain.
Ekonomis
Pelaksanaan evaluasi menggunakan
instrumen tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal tenaga yang banyak dan
waktu yang lama.
Taraf Kesukaran
Instrumen yang baik terdiri dari
butir-butir instrumen yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Butir
soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang audience mempertinggi usaha
memecahkannya sebaliknya kalau terlalu sukar membuat audiece putus asa dan
tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Di dalam
isitlah evaluasi index kesukaran ini diberi simbul p yang dinyatakan dengan
“Proporsi”.
Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah instrumen adalah
kemampuan instrumen tersebut membedakan antara audience yang pandai
(berkemampuan tinggi) dengan audience yang tidak pandai (berkemampuan rendah).
Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan dinyatakan dengan Index
Diskriminasi. (Ulianta, Artikel Pendidikan).
Sependapat dengan syarat-syarat di atas,
maka Sukardi (2008 : 8) mengemukakan bahwa, suatu evaluasi memenuhi
syarat-syarat sebelum diterapkan kepada siswa yang kemudian direfleksikan dalam
bentuk tingkah laku. Evaluasi yang baik,
harus mempunyai syarat seperti berikut: 1) valid, 2) andal, 3) objektif , 4)
seimbang, 5) membedakan, 6) norma, 7) fair, dan 8) praktis.
Sedangkan Wina Sanjaya (2008:
352-354), mengatakan bahwa syarat-syarat alat evaluasi yang baik harus:
a. Memberikan motivasi
Memberikan
penilaian evaluasi diarahkan untuk meninkatkan motivasi belajar bagi siswa
melalui upaya pemahaman akan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki baik oleh
guru maupun siswa. Siswa perlu memahami makna dari hasil penilaian.
b. Validitas
Penilaian
diarahkan bukan semata-mata untuk melengkapi syarat administrasi saja, akan
tetapi diarahkan untuk memperoleh informasi tentang ketercapaian kompetensi
seperti yang terumuskanan dalam kurikulum. Oleh sebab itu, penilaian tidak
menyimpang dari kompetensi yang ingin dicapai. Dengan kata lain penilaian harus
menjamin validitas.
c. Adil
Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama
dalam proses pembelajaran tanpa memandang perbedaan sosial-ekonomi, latar
belakang budaya dan kemampuan. Dalam penilaian, siswa disejajarkan untuk mendapatkan perlakuan yang sama.
d. Terbuka
Alat
penilaian yang baik adalah alat penilaian yang dipahami baik oleh penilai
maupun yang dinilai. Siswa perlu memahami jenis atau prosedur penilaian yang
akan dilakukan beserta kriteria penilaian. Keterbukaan ini bukan hanya akan
mendorong siswa untuk memperoleh hasil yang baik sehingga motovasi belajara
mereka akan bertambah juga, akan tetapi sekaligus mereka akan memahami posisi
mereka sendiri dalam pencapaian kompetensi.
e. Berkesinambungan
Penilaian
tidak pernah mengenal waktu kapan penilaian seharusnya dilakukan. Penilaian
dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan.
f. Bermakna
Penilaian
tersusun dan terarah akan memberikan makna kepada semua pihak khususnya siswa
untuk mengetahui posisi mereka dalam
memperoleh kompetensi dan memahami kesulitan yang dihadapi dalam
mencapai kompetensi. Dengan demikian, hasil penilaian itu juga bermakna bagi
guru juga termasuk bagi orang tua dalam memberika bimbingan kepada siswa dalam
upaya memperoleh kompetensi sesuai dengan target kurikulum.
g. Menyeluruh
Kurikulum
diarahkan untuk perkembangan siswa secara utuh, baik perkembangan afektif,
kognitif maupun psikomotorik. Oleh sebab itu, guru dalam melaksanakan penilaian
harus menggunakan ragam penilaian, misalnya tes, penilaian produk, skala sikap,
penampilan, dan sebagainya. Hal ini sangat penting, sebab hasil penilaian harus
memberikan informasi secara utuk tentang perkembangan setiap aspek.
h. Edukatif
Penilaian
kelas tidak semata-mata diarahkan untuk memperoleh gambaran kemampuan siswa
dalam pencapaian kompetensi melalui angka yang diperoleh, akan tetapi hasil
penilaian harus memeberikan umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran,
baik yang dilakukan oleh guru maupun siswa, sehingga hasil belajar lebih
optimal. Dengan demikian, proses penilaian tidak semata-mata tanggung jawab
guru akan tetapi juga merupakan tanggung jawab siswa. Artinya siswa harus ikut
terlibat dalam proses penilaian, sehingga mereka meyadari, bahwa penilaian
adalah bagian dari proses pembelajara.
Sedangkan Daryanto (1997: 19-28)
membagi syarat-syarat evaluasi menjadi 5 (lima) bagian, diantaranya:
1. Keterpaduan
Evaluasi
merupakan komponen integral dalam
program pengajaran disamping
tujuan serta metode. Tujuan inttruksional, materi dan metode, serta evaluasi merupakan tiga
keterpaduan yang tidak boleh dipisahkan.
2. Koherensi
Dengan
prinsip koherensi diharapkan evaluasi
harus berkualitas dengan materi pengajran yang sudah disajikan dan sesuai
dengan ranah kemampuan yang hendak diukur.
3. Pedagogis
Evaluasi
perlu diterapkan sebagai upaya perbaikan sikap dan tingkah laku ditinjau dari
segi pedagogis. Evaluasi dan hasilnya hendaknya dapat dipakai sebagai alat
motivasi untuk siswa dalam kegiatan
belajarnya.
4. Akuntabilitas
Sejau
mana keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dengan pendidikan sebagai
laporan pertanggungjawaban (accountability).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar