TEORI BELAJAR PERILAKU
Teori belajar perilaku adalah upaya membentuk tingkah
laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan
antara lingkungan dengan tingkah laku pembelajar. Oleh karena itu teori belajar
perilaku disebut juga teori belajar behavioristik. Dalam kenyataannya tingkah laku berhubungan erat dengan
kebiasaan, meskipun keduanya memiliki perbedaan.
Kebiasaan adalah satu proses kegiatan yang berulang
– ulang. Kebiasaan mengandung tiga unsur yang saling berkaitan. Pertama, unsur
pengetahuan yaitu pengetahuan yang bersifat toeritis mengenai sesuatu yang
ingin dikerjakan. Kedua, unsur keinginan yaitu adanya motivasi atau kevenderungan
untuk melakukan sesuatu. Ketiga,
unsur keahlian maksudnya
kemampuan atau kesanggupan untuk melakukannya. Jika ketiga unsur tersebut
berpadu pada suatu perbuatan maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan
sebagai kebiasaan.
Tingkah
laku atau perbuatan mempunyai pengertian yang luas, yaitu tidak hanya mencakup
kegiatan motorik saja seperti berbicara, berjalan, lari-lari, berolah raga
bergerak dan lain-lain, akan tetapi juga mebahas macam – macam fungsi seperti
melihat, mendengar, mengingat, berfikir, pengenalan kembali, penampilan emosi –
emosi dalam bentuk menangis atau
tersenyum dan seterusnya. Sedangkan tingkah laku menurut Bimo Walgito adalah aktivitas yang ada pada individu atau organisme
yang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus
atau rangsangan yang mengenai organisme tersebut, tingkah laku atau aktivitas
total merupakan jawaban atau respon terhadap stimulus yang mengenainya.
Perbedaan
antara kebiasaan dan tingkah laku yaitu perilaku berawal dari kebiasaan yang
dimiliki oleh seseorang. Dimana suatu kegiatan yang dianggap baik akan diakui
bahkan dilakukan.
A. Pengertian
Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Menurut teori belajar behavioristik,
belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi
antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan
tingkah lakunya. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun
ia sudah berusaha giat, dan gurunyapun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun
jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia
belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku
sebagai hasil belajar.
Menurut teori ini yang terpenting
adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang
berupa respon. Dalam contoh diatas, stimulus adalah apa saja yang diberikan
guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau
cara – cara tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan respon adalah
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus dan
respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak
dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu,
apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa
(respons), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat
terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang juga dianggap
penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga
bila penguatan dikurangi (negative
reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan. Misalnya, ketika peserta
didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin
giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif (positive reinforcement) dalam
belajar.Bila tugas – tugas dikurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan
aktivitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam
belajar.Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan
(ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya
respons.
B.
Evolusi Teori Belajar Perilaku
Studi secara ilmiah tentang belajar baru dimulai pada
akhir abad ke-19. Dengan menggunakan teknik-teknik dari sains (physical
sciences), para ahli mulai melakukan eksperimen – eksperimen untuk memahami
bagaimana manusia dan hewan belajar.
a. Teori Belajar Menurut Ivan Pavlov
Classic
conditioning
(pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov
melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov
dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana
gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya .Hal ini sesuai
dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan
hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran
mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia
berbuat sesuatu. Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan
rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan
apa yang di inginkan.
Tingkah laku sebenarnya tidak lain
daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi
setelah adanya proses kondisioning (conditioning
process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan
rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang
berkondisi. Sebagai contoh, bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol
antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu
membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay)
yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan
antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa
dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui
cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Metode Pavlov ini sangat cocok untuk
perolehan kemampuan yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung
unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan
dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori belajar Pavlov yang salah
dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses
pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai
central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan
menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu
motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
b.
Teori Belajar Menurut E.L. Thorndike :
Hukum Perilaku
Menurut Thorndike, belajar adalah
proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal –
hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu
reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.
Dalam sejumlah eksperimen – eksperimennya, Thorndike
menempatkan kucing – kucing dalam kotak – kotak.Dari kotak – kotak ini kucing –
kucing itu harus keluar untuk memperoleh makanan.Ia mengamati, bahwa sesudah
selang waktu kucing – kucing itu belajar bagaimana dapat keluar dari kotak –
kotak itu lebih cepat dengan mengulangi perilaku – perilaku yang mengarah pada
keluar, dan tidak mengulangi perilaku – perilaku yang tidak efektif. Dari
eksperimen – eksperimen ini, Thorndike mengembangkan hukumnya, yang dikenal
dengan Hukum Pengaruh atau “Law of Effect”.
Hukum Pengaruh Thorndike mengemukakan, bahwa jikasuatu tindakan diikuti oleh
suatu perubahan yang memuaskan dalam lingkungan kemungkinan bahwa tindakan itu
diulangi dalam situsi – situasi yang mirip akan meningkat. Tetapi bila suatu
perilaku diikuti oleh suatu perubahan yang tidak memuaskan dalam lingkungan,
kemungkinan – kemungkinan bahwa perilaku itu diulangi akan menurun. Jadi
konsekuensi – konsekuensi dari perilaku seseorang pada suatu saat, memegang
peranan penting dalam menentukan perilaku orang itu selanjutnya.
c.
Teori Belajar Menurut Watson
Watson adalah seorang tokoh aliran
behavioristik yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud
harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia
mengakui adanya perubahan – perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun ia menganggap hal – hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu
diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan – perubahan mental dalam
benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah
seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
Watson adalah behavioris murni,
karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu – ilmu lain seperti
fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empiric semata,
yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara
demikianlah maka akan dapat diramalkan perubahan – perubahan apa yang bakal
terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar. Para tokoh aliran
behavioristik cenderung untuk tidak memperhatikan hal – hal yang tidak diukur
dan tidak dapat diamati, seperti perubahan – perubahan mental yang terjadi
ketika belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu penting.
d.
Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variable
hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang
belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh
Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah
laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab
itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan
biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan
manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam –
macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori – teori demikian tidak banyak
digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan
teorinya.Namun teori ini masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di
laboratorium.
e.
Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Demikian juga dengan Edwin Guthrie,
ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus
berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan
oleh Clark dan Hull. Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon
cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar
peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara
stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon
yang muncul sifatnya sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan
berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.Guthrie juga
percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepatakan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Namun setelah
Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan pentingnya penguatan (reinforcement) dalam teori belajarnya,
maka hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
f.
Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep – konsep yang dikemukakan
oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep – konsep lain yang
dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar
secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara
lebih komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang
terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh
sebelumnya. Ia mengatakan bahwa respon yang diberikan oleh siswa tidaklah
sesederhana itu. Sebab, paad dasarnya stimulus – stimulus yang diberikan kepada
seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus – stimulus
tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga
dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi – konsekuensi.
Konsekuensi – konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau
menjadi pertimbnagan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah
laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara
stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan
dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon
tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan –
perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan
menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan
lagi, demikian dan seterusnya.
Pandangan teori belajar
behavioristik ini cukup lama dianut oleh para guru dan pendidik.Namun dari
semua pendukung teori ini, teori skinerlah yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program
– program pembelajaran yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respon
(program pembelajaran yang menerapkan teori skinner) :
1.
Teaching Machine
2.
Pembelajaran Berprogram
3.
Modul dan program pembelajaran lainnya.
Skinner dan tokoh – tokoh lain
pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman
dalam kegiatan belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung
membatasi siswa untuk bebas berpikir dan berimajinasi. Menurut Guthrie hukuman
memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan
mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu ;
ü Pengaruh
hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
ü Dampak
psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si
terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
ü Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun
salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat
mendorong si terhukum melakukan hal – hal lain yang kadangkala lebih buruk dari
pada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner
lebih percaya pada apa yang disebut dengan penguat negatif. Penguat negatif
tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon
yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi
agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu
dihukum karena melakukan kesalahan.Jika siswa tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak
mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya,
maka inilah yang disebut penguat negatif. Lawan dari penguat negatif adalah
penguat positif (positive reinforcement).Keduanya
bertujuan untuk memperkuat respon.Namun bedanya adalah bahwa penguat positif
itu ditambahkan, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat
respons.
Pandangan behavioristik tidak sempurna, kurang dapat
menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki
pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa
dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama,
ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas
sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui
adanya stimulus dan respon yang dapat diamati.Mereka tidak memperhatikan adanya
pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur – unsur yang diamati
tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung
mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak
produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukkan atau
shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal
banyak faktor yang berpengaruh dalam hidup ini yang mempengaruhi proses
belajar. Jadi pengertian belajar tidak sesederhana yang dilukiskan oleh teori
behavioristik.
C.
Prinsip-prinsip Teori Belajar Perilaku
Beberapa prinsip yang melandasi
teori-teori perilaku antara lain : konsekuensi-konsekuensi, kesegeraan
(immediacy) konsekuensi-konsekuensi, pembentukan (shaping).
1.
Konsekuensi-konsekuensi
Prinsip
yang paling penting dari teori-teori belajar perilaku ialah, bahwa perilaku
berubah menurut konsekuensi-konsekuensi langsung.Konsekuensi-konsekuensi yang
menyenangkan “memperkuat” perilaku, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang
tidak menyenangkan “melemahkan” perilaku. Bila seekor tiukus yang lapar
menerima butiran makanan waktu ia menekan sebuah papan, tikus itu akan menekan
papan itu lebih kerap kali. Tetapi bila tikus itu menerima denyutan listrik,
tikus itu akan menekan papan itu makin berkurang, atau berhenti sama sekali.
Konsekuensi-konsekuensi
yang menyenangkan pada umumnya disebut reinforser, sedangkan
konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukuman (punishers).
a. Reinforser-reinforser
Reinforser-reinforser
dapat dibagi menjadi dua golongan: primer dan sekunder. Reinforser primer memuaskan
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, misalnya makanan, air, keamanan, kemesraan,
dan seks.Reinforser sekunder merupakan reinforser yang memperoleh nilainya
setelah diasosiasikan dengan reinforser primer atau reinforser lainnya yang
sudah mantap. Uang baru mempunyai nilai bagi seorang anak bila ia mengetahui,
bahwa uang itu dapat digunakannya untuk membeli makanan, misalnya. Angka-angka
dalam rapor baru mempunyai nilai bagi siswa, bila orang tuanya memberikan
perhatian dan penilaian, dan pujian orang tua mempunyai nilai sebab pujian itu
terasosiasi dengan kasih saying, kemesraan, dan reinforser-reinforser
lainnya.Uang dan angka rapor adalah contoh-contoh reinforser sekunder, sebab
keduanya tidak mempunyai nilai sendiri, melainkan baru mempunyai nilai setelah
diasosiasikan dengan reinforser primer atau reinforser lainnya yang lebih
mantap.
Ada
tiga kategori dasar reinforser sekunder, yaitu reinforsr sosial (seperti
pujian, senyuman, atau perhatian), reinforser aktivitas (seperti pemberian
mainan, permainan, atau kegiatan-kegiatan yang menyenangkan), dan reinforser
simbolik (seperti uang, angka, bintang, atau points yang dapat ditukarkan untuk
reinforser-reinforser lainnya).
Kerap
kali, yang digunakan di sekolah merupakan hal-hal yang diberikan pada siswa-siswa.Reinforser-reinforser
ini disebut reinforser positif, dan berupa pujian, angka, dan
bintang.Tetapi, ada kalanya untuk memperkuat perilaku ialah dengan membuat
konsekuensi perilaku pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan, misalnya,
seorang guru dapat membebaskan para siswa dari pekerjaan rumah, jika mereka
berbuat baik dalam kelas.Jika pekerjaan rumah diangap siswa sebagai suatu tugas
yang tidak menyenangkan, maka bebas dari pekerjaan rumah ini merupakan
reinforser.Reinforser-reinforser yang berupa pelarian dari situasi yang tidak
menyenangkan disebut reinforser negative.
Suatu
prinsip perilaku penting ialah, kegiatan yang kurang diingini dapat
ditingkatkan dengan menggabungkannya pada kegiatan-kegiatan yang lebih
disenangi atau diingini. Sebagai contoh misalnya, seorang guru berkata pada
muridnya “Jika kamu telah selesai mengerjakan soal ini, kamu boleh keluar.”
atau “Bersihkan dahulu mejamu, nanti Ibu bacakan cerita.” Kedua contoh ini
merupakan contoh-contoh dari suatu prinsip yang dikenal dengan Prinsip
Premack (Premack, 1965).
b. Hukuman (punisher)
Konsekuensi-konsekuensi
yang tidak memperkuat perilaku disebut hukuman.Para teoriwan perilaku berbeda
pendapat mengenai hukuman ini.Ada yang berpendapat, bahwa hukuman itu hanya
temporer, bahwa hukuman menimbulkan sifat menentang atau agresi.Ada pula
teoriwan-teoriwan yang tidak setuju dengan pemberian hukuman. Pada umumnya
mereka setuju bahwa hukuman itu hendaknya digunakan, bila reinforsemen telah
dicoba dan gagal, dan bahwa hukuman diberikan dalam bentuk selunak mungkin, dan
hukuman hendaknya selalu digunakan sebagai bagian dari suatu perencanaan yang
teliti, tidak dilakukan karena frustasi.
2. Kesegeraan (immediacy) konsekuensi-konsekuensi
Salah
satu prinsip dalam teori belajar perilaku ialah, bahwa konsekuensi-konsekuensi
yang segera mengikuti perilaku akan lebih mempengaruhi perilaku dari pada
konsekuensi-konsekuensi yang lambat datangnya.
Prinsip
kesegeraan konsekuensi-konsekuensi ini penting artinya dalam kelas.Khususnya
bagi murid-murid sekolah dasar, pujian yang diberikan segera setelah anak itu
melakukan suatu pekerjaan dengan baik, dapat merupakan suatu reinforser yang
lebih kuat dari pada angka yang diberikan kemudian.
3. Pembentukan (shaping)
Selain
kesegeraan dari reinforsemen, apa yang akan diberi reinforsemen juga perlu
diperhatikan dalam mengajar. Bila guru membimbing siswa menuju pencapaian
tujuan dengan memberikan reinforsemen pada langkah-langkah yang menuju pada
keberhasilan, maka guru itu menggunakan teknik yang disebut pembentukan.
Istilah
pembentukan atau “shaping” digunakan dalam teori-teori belajar perilaku dalam
mengajarkan keterampilan-keterampilan baru atau perilaku-perilaku dengan
memberikan reinforsemen pada para siswa dalam mendekati perilaku akhir yang
diinginkan.
Ringkasan dari langkah-langkah dalam pembentukan
perilaku baru adalah sebagai berikut:
Pilihlah tujuan – buat tujuan itu
sekhusus mungkin.
Tentukan
sampai di mana siswa-siswa itu sekarang. Apakah
kemampuan-kemampuan mereka?
Kembangkan satu seri langkah-langkah
yang dapat merupakan jenjang untuk membawa mereka dari keadaan mereka sekarang
ke tujuan yang telah ditetapkan.
Berilah umpan
balik selama pelajaran berlangsung.
D. Teori Belajar Sosial
Teori belajar social merupakan
perluasan teori belajar perilaku yang tradisional.Teori ini dikembangkan oleh
Albert Bandura (1969). Teori ini menerima sebagian besar prinsip teori belajar
perilaku, tetapi memberikan lebih banyak
penekanan pada efek-efek isyarat pada perilaku dan proses mental
internal.dalam teori belajar social akan menggunakan penjelasan reinforcement
eksternal dan belajar kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar
denan orang lain. Melalui observasi tentang dunia social kita, melalui
interpretasi kognitif dari dunia itu, banyak sekali informasi dan penampilam
keahlian yang kompleks dapat dipelajari.
Dalam pandangan belajar social,
“manusia itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak
“dipukul” oleh stimulus-stimulus lingkungan.Namun, fungsi psikologis diterangkan
sebagai interaksi yang kontinu dan timbal balik dari determinan lingkungan”
(Bandura, 1977:11-12).
Teori belajar sosial
menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang, tidak
random; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu
melalui perilakunya.Suatu perspektif belajar sosial menganalisis hubungan
kontinu antara variable-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku
terbuka dan tertutup seseorang.
Konsep-konsep utama teori belajar sosial
1. Pemodelan
(Modelling)
Fenomena
pemodelan yaitu meniru perilaku orang lain dan pengalaman “vicarious” yaitu
belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Bandura merasa bahwa
sebagian besar belajar yang dialami manusia tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi
melainkan manusia itu belajar dari suatu model.Misalnya, guru olahraga
mendemonstrasikan loncat tinggi, kemudian para siswa menirunya. Bandura
menyebut ini “no-trial learning” sebab para siswa tidak harus melalui proses
pembentukan, tetapi dapat segera
menghasilkan respons yang benar.
2. Fase
belajar
Menurut Bandura (1977), ada empat fase belajar dari
model, yaitu fase perhatian, retensi, reproduksi dan motivasi.
Fase Perhatian
Pada
umumnya para siswa memberikan perhatian pada model-model yang menarik,
berhasil, menimbulkan minat, dan popular.Inilah sebabnya mengapa banyak siswa
meniru pakaian, tata rambut dan sikap-sikap para bintang film, misalnya.
Fase Retensi
Belajar
observasional terjadi berdasarkan kontiguitas.Dua kejadian contiguous yang diperlukan
ialah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dari penampilan
itu dalam memori jangka panjang.Bandura mengemukakan bahwa peranan kata-kata,
nama-nama, atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang
dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku sangatlah penting.
Pengulangan tidak selalu harus
terbuka.Pengulangan tertutup dari perilaku yang dipelajari melalui belajar
observasional kerap kali dilakukan oleh para mahasiswa calon guru yang
mempersiapkan pelajaran mereka yang pertama.
Dari guru pamong, mahasiswa sebagai
calon guru belajar bagaimana berdiri di muka kelas, bagaimana memberikan
pelajaran pendahuluan, menuliskan konsep atau kata-kata baru di papan tulis,
memberikan giliran pada siswa-siswa, memberikan rangkuman, dan lain
sebagainya.sebelum mahasiswa itu memberikan pelajarannya, dalam pikirannya ia
membayangkan persiapan yang telah dibuatnya. Pengulangan tertutup semacam ini
menolong mahasiswa itu mengingat unsur-unsur pokok pola perilaku yang harus
dikuasai.Pengulangan tertutup ini menolong terbentuknya kesesuaian antara
perilaku mahasiswa itu dan perilaku model.
Fase Reproduksi
Dalam
fase ini bayangan atau kode-kode simbolik verbal dalam memori membimbing
penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru diperoleh.Fase reproduksi
mengizinkan model atau instruktur untuk melihat apakah komponen-komponen suatu
urutan perilaku telah dikuasai oleh yang belajar.Ada kalanya hanya sebagian
dari suatu urutan perilaku yang diberi kode yang benar dan dimiliki.Misalnya,
seorang guru mungkin menemukan bahwa setelah memodelkan prosedur-prosedur untuk
memecahkan persamaan kuadrat, beberapa siswa hanya dapat memecahkan sebagian
dari persamaan itu.Mereka mungkin membutuhkan pertolongan dalam menguasai
seluruh urutan untuk memecahkan persamaan kuadrat itu.Kekurangan penampilan
hanya dapat diketahui bila siswa-siswa diminta untuk menampilkan.Itulah
sebabnya fase reproduksi diperlukan.
Fase Motivasi
Para
siswa akan meniru suatu model sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat
demikian, mereka akan meningkatkan kemungkinan untuk memperoleh reinforcement.
Dalam kelas, fase motivasi belajar
observasional kerap kali terdiri atas pujian atau angka untuk penyesuaian
dengan model guru. Para siswa memperhatikan model itu, melakukan latihan dan
menampilkannya sebab mereka mengetahui bahwa inilah yang dikuasai guru dan
menyenangkan guru.
3. Belajar
Vicariuos
Guru-guru
dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious.Bila seorang murid
berkelakuan baik dan memuji mereka karena pekerjaan mereka yang baik itu. Anak
yang nakal melihat bahwa bekerja memperoleh reinforcement sehingga ia pun
kembali bekerja.
4. Pengaturan
Sendiri
Bandura berhipotesis bahwa manusia
mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu terhadap kriteria
yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada
dirinya sendiri.
Respons-respons kognitif kita
terhadap perilaku kita sendiri mengizinkan kita untuk mengatur perilaku kita
sendiri.Dengan mengamati, kita mengumpulkan data tentang respons-respons kita. Melalui standar-standar panampilan yang sudah
terinternalisasi, kerap kali dipelajari melalui observasi , kita pertimbangkan
perilaku kita. Dengan memberi hadiah atau menghukum kita sendiri, kita dapat
mengendalikan perilaku kita secara efektif.Kita tidak perlu dikendalikan oleh
kekuatan lingkungan atau keinginan yang dating dari dalam.Kita dapat belajar
menjadi manusia social yang berkepribadian.Dengan menerapkan gagasan-gagasan
dari teori belajar social pada diri kita sendiri, kita dapat menjadi guru dan
siswa yang lebih baik.
E.
Kekuatan dan Kelemahan Teori-teori Perilaku
Telah
diuraikan beberapa teori-teori perilaku. Sebagaimana setiap teori tidak akan
pernah sempurna demikian halnya dengan teori-teori peilaku. Di samping
kekuatan-kekuatannya ada pula kelemah-kelemahannya.
Prinsip-prinsip
yang melandasi teori-teori perilaku kedudukannya kuat dalam psikologi, dan hal
ini telah ditunjukkan dalam berbagai situasi.Prinsip-prinsip ini berguna untuk
menjelaskan sebagian besar dari perilaku manusia dan bahkan lebih berguna dalam
mengubah perilaku.
Proses-proses belajar yang kurang
tampak, seperti pembentukan konsep, belajar dari buku, pemecahan masalah, dan
berfikir, sukar untuk diamati secara langsung sehingga kurang diteliti oleh
para teoretikus perilaku. Proses – proses ini termasuk ke dalam domain belajar
kognitif.
Teori-teori
belajar perilaku dan kognitif kerap kali dikemukakan sebagai model-model yang
bersaing dan bertentangan.Sebenarnya lebih baik melihat kedua macam teori ini
sebagai teori-teori yang menanggapi masalah-masalah yang berbeda, jadi lebih
bersifat komplimenter dari pada bersaing.
Teori belajar perilaku ini
sangat cocok dalam pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur kecepatan spontanitas, kelenturan daya tahan dan sebagainya. Teori
ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak – anak yang masih membutuhkan
peran orang tua.
Namun, penting
untuk diketahui bahwa ruang lingkup teori belajar perilaku terbatas. Dengan
pengecualian teoritikus – teoritikus sosial, para teoritikus belajar perilaku
terutama memusatkan pada perilaku yang tampak. Pandangan teori belajar perilaku
ini hanya mengakui adanya stimulus-respon yang dapat diamati. Mereka tidak
memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur –
unsur yang diamati tersebut. Menurut pandangan teori belajar peilaku, siswa
dipandang sebagai pembelajar yang pasif dan kurang memberikan ruang gerak yang
bebas untuk siswa dalam mengembangkan potensi dirinya.
Kekurangan teori belajar ini
adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru bersifat mekanistis dan hanya
berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif, murid hanya mendengarkan, menghafal penjelasan guru sehingga guru
sebagai sentral dan bersifat otoriter. Teori belajar ini juga cenderung mengarahkan siswa untuk
berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan produktif. Pandangan teori ini
bahwa belajar merupakan proses pembentukkan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu,
sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Terimakasih,
BalasHapusmaterinya sangat membantu.
terima kasih, materinya sangat membantu
BalasHapus