Minggu, 25 November 2012

Teori Belajar Perilaku



TEORI BELAJAR PERILAKU
Teori belajar perilaku adalah upaya membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan antara lingkungan dengan tingkah laku pembelajar. Oleh karena itu teori belajar perilaku disebut juga teori belajar behavioristik. Dalam kenyataannya tingkah laku berhubungan erat dengan kebiasaan, meskipun keduanya memiliki perbedaan.
Kebiasaan adalah satu proses kegiatan yang berulang – ulang. Kebiasaan mengandung tiga unsur yang saling berkaitan. Pertama, unsur pengetahuan yaitu pengetahuan yang bersifat toeritis mengenai sesuatu yang ingin dikerjakan. Kedua, unsur keinginan yaitu adanya motivasi atau kevenderungan untuk melakukan sesuatu. Ketiga,  unsur  keahlian maksudnya kemampuan atau kesanggupan untuk melakukannya. Jika ketiga unsur tersebut berpadu pada suatu perbuatan maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai kebiasaan.
Tingkah laku atau perbuatan mempunyai pengertian yang luas, yaitu tidak hanya mencakup kegiatan motorik saja seperti berbicara, berjalan, lari-lari, berolah raga bergerak dan lain-lain, akan tetapi juga mebahas macam – macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat, berfikir, pengenalan kembali, penampilan emosi – emosi  dalam bentuk menangis atau tersenyum dan seterusnya. Sedangkan tingkah laku menurut Bimo Walgito adalah aktivitas yang ada pada individu atau organisme yang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsangan yang mengenai organisme tersebut, tingkah laku atau aktivitas total merupakan jawaban atau respon terhadap stimulus yang mengenainya.
Perbedaan antara kebiasaan dan tingkah laku yaitu perilaku berawal dari kebiasaan yang dimiliki oleh seseorang. Dimana suatu kegiatan yang dianggap baik akan diakui bahkan dilakukan.

A. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
            Menurut teori belajar behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat, dan gurunyapun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.
            Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Dalam contoh diatas, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara – cara tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
            Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan. Misalnya, ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif (positive reinforcement) dalam belajar.Bila tugas – tugas dikurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan aktivitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar.Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respons.
B. Evolusi Teori Belajar Perilaku
Studi secara ilmiah tentang belajar baru dimulai pada akhir abad ke-19. Dengan menggunakan teknik-teknik dari sains (physical sciences), para ahli mulai melakukan eksperimen – eksperimen untuk memahami bagaimana manusia dan hewan belajar.
a. Teori Belajar Menurut Ivan Pavlov
Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya .Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu. Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang di inginkan.
Tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya proses kondisioning (conditioning process) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi. Sebagai contoh, bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
b. Teori  Belajar Menurut E.L. Thorndike : Hukum Perilaku
            Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal – hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.
Dalam sejumlah eksperimen – eksperimennya, Thorndike menempatkan kucing – kucing dalam kotak – kotak.Dari kotak – kotak ini kucing – kucing itu harus keluar untuk memperoleh makanan.Ia mengamati, bahwa sesudah selang waktu kucing – kucing itu belajar bagaimana dapat keluar dari kotak – kotak itu lebih cepat dengan mengulangi perilaku – perilaku yang mengarah pada keluar, dan tidak mengulangi perilaku – perilaku yang tidak efektif. Dari eksperimen – eksperimen ini, Thorndike mengembangkan hukumnya, yang dikenal dengan Hukum Pengaruh atau “Law of Effect”. Hukum Pengaruh Thorndike mengemukakan, bahwa jikasuatu tindakan diikuti oleh suatu perubahan yang memuaskan dalam lingkungan kemungkinan bahwa tindakan itu diulangi dalam situsi – situasi yang mirip akan meningkat. Tetapi bila suatu perilaku diikuti oleh suatu perubahan yang tidak memuaskan dalam lingkungan, kemungkinan – kemungkinan bahwa perilaku itu diulangi akan menurun. Jadi konsekuensi – konsekuensi dari perilaku seseorang pada suatu saat, memegang peranan penting dalam menentukan perilaku orang itu selanjutnya.
c. Teori Belajar Menurut Watson
            Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan – perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal – hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan – perubahan mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
            Watson adalah behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu – ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empiric semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara demikianlah maka akan dapat diramalkan perubahan – perubahan apa yang bakal terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar. Para tokoh aliran behavioristik cenderung untuk tidak memperhatikan hal – hal yang tidak diukur dan tidak dapat diamati, seperti perubahan – perubahan mental yang terjadi ketika belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu penting.
d. Teori Belajar Menurut Clark Hull
            Clark Hull juga menggunakan variable hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam – macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori – teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya.Namun teori ini masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.
e. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
            Demikian juga dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepatakan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Namun setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan pentingnya penguatan (reinforcement) dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
f. Teori Belajar Menurut Skinner
            Konsep – konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep – konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mengatakan bahwa respon yang diberikan oleh siswa tidaklah sesederhana itu. Sebab, paad dasarnya stimulus – stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus – stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi – konsekuensi. Konsekuensi – konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbnagan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan – perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian dan seterusnya.
            Pandangan teori belajar behavioristik ini cukup lama dianut oleh para guru dan pendidik.Namun dari semua pendukung teori ini, teori skinerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program – program pembelajaran yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respon (program pembelajaran yang menerapkan teori skinner) :
1. Teaching Machine
2. Pembelajaran Berprogram
3. Modul dan program pembelajaran lainnya.

            Skinner dan tokoh – tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk bebas berpikir dan berimajinasi. Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu ;
ü  Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
ü  Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
ü  Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal – hal lain yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan yang diperbuatnya.

Skinner lebih percaya pada apa yang disebut dengan penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan.Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguat negatif. Lawan dari penguat negatif adalah penguat positif (positive reinforcement).Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.Namun bedanya adalah bahwa penguat positif itu ditambahkan, sedangkan penguat negatif adalah dikurangi agar memperkuat respons.
Pandangan behavioristik tidak sempurna, kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati.Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur – unsur yang diamati tersebut.
            Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukkan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh dalam hidup ini yang mempengaruhi proses belajar. Jadi pengertian belajar tidak sesederhana yang dilukiskan oleh teori behavioristik.
C. Prinsip-prinsip Teori Belajar Perilaku
Beberapa prinsip yang melandasi teori-teori perilaku antara lain : konsekuensi-konsekuensi, kesegeraan (immediacy) konsekuensi-konsekuensi, pembentukan (shaping).
1.   Konsekuensi-konsekuensi
            Prinsip yang paling penting dari teori-teori belajar perilaku ialah, bahwa perilaku berubah menurut konsekuensi-konsekuensi langsung.Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan “memperkuat” perilaku, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan “melemahkan” perilaku. Bila seekor tiukus yang lapar menerima butiran makanan waktu ia menekan sebuah papan, tikus itu akan menekan papan itu lebih kerap kali. Tetapi bila tikus itu menerima denyutan listrik, tikus itu akan menekan papan itu makin berkurang, atau berhenti sama sekali.
            Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan pada umumnya disebut reinforser, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukuman (punishers).
a. Reinforser-reinforser
            Reinforser-reinforser dapat dibagi menjadi dua golongan: primer dan sekunder. Reinforser primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, misalnya makanan, air, keamanan, kemesraan, dan seks.Reinforser sekunder merupakan reinforser yang memperoleh nilainya setelah diasosiasikan dengan reinforser primer atau reinforser lainnya yang sudah mantap. Uang baru mempunyai nilai bagi seorang anak bila ia mengetahui, bahwa uang itu dapat digunakannya untuk membeli makanan, misalnya. Angka-angka dalam rapor baru mempunyai nilai bagi siswa, bila orang tuanya memberikan perhatian dan penilaian, dan pujian orang tua mempunyai nilai sebab pujian itu terasosiasi dengan kasih saying, kemesraan, dan reinforser-reinforser lainnya.Uang dan angka rapor adalah contoh-contoh reinforser sekunder, sebab keduanya tidak mempunyai nilai sendiri, melainkan baru mempunyai nilai setelah diasosiasikan dengan reinforser primer atau reinforser lainnya yang lebih mantap.
            Ada tiga kategori dasar reinforser sekunder, yaitu reinforsr sosial (seperti pujian, senyuman, atau perhatian), reinforser aktivitas (seperti pemberian mainan, permainan, atau kegiatan-kegiatan yang menyenangkan), dan reinforser simbolik (seperti uang, angka, bintang, atau points yang dapat ditukarkan untuk reinforser-reinforser lainnya).
            Kerap kali, yang digunakan di sekolah merupakan hal-hal yang diberikan pada siswa-siswa.Reinforser-reinforser ini disebut reinforser positif, dan berupa pujian, angka, dan bintang.Tetapi, ada kalanya untuk memperkuat perilaku ialah dengan membuat konsekuensi perilaku pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan, misalnya, seorang guru dapat membebaskan para siswa dari pekerjaan rumah, jika mereka berbuat baik dalam kelas.Jika pekerjaan rumah diangap siswa sebagai suatu tugas yang tidak menyenangkan, maka bebas dari pekerjaan rumah ini merupakan reinforser.Reinforser-reinforser yang berupa pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan disebut reinforser negative.
            Suatu prinsip perilaku penting ialah, kegiatan yang kurang diingini dapat ditingkatkan dengan menggabungkannya pada kegiatan-kegiatan yang lebih disenangi atau diingini. Sebagai contoh misalnya, seorang guru berkata pada muridnya “Jika kamu telah selesai mengerjakan soal ini, kamu boleh keluar.” atau “Bersihkan dahulu mejamu, nanti Ibu bacakan cerita.” Kedua contoh ini merupakan contoh-contoh dari suatu prinsip yang dikenal dengan Prinsip Premack (Premack, 1965).
b. Hukuman (punisher)
            Konsekuensi-konsekuensi yang tidak memperkuat perilaku disebut hukuman.Para teoriwan perilaku berbeda pendapat mengenai hukuman ini.Ada yang berpendapat, bahwa hukuman itu hanya temporer, bahwa hukuman menimbulkan sifat menentang atau agresi.Ada pula teoriwan-teoriwan yang tidak setuju dengan pemberian hukuman. Pada umumnya mereka setuju bahwa hukuman itu hendaknya digunakan, bila reinforsemen telah dicoba dan gagal, dan bahwa hukuman diberikan dalam bentuk selunak mungkin, dan hukuman hendaknya selalu digunakan sebagai bagian dari suatu perencanaan yang teliti, tidak dilakukan karena frustasi.

2. Kesegeraan (immediacy) konsekuensi-konsekuensi
            Salah satu prinsip dalam teori belajar perilaku ialah, bahwa konsekuensi-konsekuensi yang segera mengikuti perilaku akan lebih mempengaruhi perilaku dari pada konsekuensi-konsekuensi yang lambat datangnya.
            Prinsip kesegeraan konsekuensi-konsekuensi ini penting artinya dalam kelas.Khususnya bagi murid-murid sekolah dasar, pujian yang diberikan segera setelah anak itu melakukan suatu pekerjaan dengan baik, dapat merupakan suatu reinforser yang lebih kuat dari pada angka yang diberikan kemudian.

3. Pembentukan (shaping)
            Selain kesegeraan dari reinforsemen, apa yang akan diberi reinforsemen juga perlu diperhatikan dalam mengajar. Bila guru membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan memberikan reinforsemen pada langkah-langkah yang menuju pada keberhasilan, maka guru itu menggunakan teknik yang disebut pembentukan.
            Istilah pembentukan atau “shaping” digunakan dalam teori-teori belajar perilaku dalam mengajarkan keterampilan-keterampilan baru atau perilaku-perilaku dengan memberikan reinforsemen pada para siswa dalam mendekati perilaku akhir yang diinginkan.
Ringkasan dari langkah-langkah dalam pembentukan perilaku baru adalah sebagai berikut:
*      Pilihlah tujuan – buat tujuan itu sekhusus mungkin.
*      Tentukan sampai di mana siswa-siswa itu sekarang. Apakah kemampuan-kemampuan mereka?
*      Kembangkan satu seri langkah-langkah yang dapat merupakan jenjang untuk membawa mereka dari keadaan mereka sekarang ke tujuan yang telah ditetapkan.
*      Berilah umpan balik selama pelajaran berlangsung.

D. Teori Belajar Sosial
            Teori belajar social merupakan perluasan teori belajar perilaku yang tradisional.Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1969). Teori ini menerima sebagian besar prinsip teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak  penekanan pada efek-efek isyarat pada perilaku dan proses mental internal.dalam teori belajar social akan menggunakan penjelasan reinforcement eksternal dan belajar kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar denan orang lain. Melalui observasi tentang dunia social kita, melalui interpretasi kognitif dari dunia itu, banyak sekali informasi dan penampilam keahlian yang kompleks dapat dipelajari.
            Dalam pandangan belajar social, “manusia itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak “dipukul” oleh stimulus-stimulus lingkungan.Namun, fungsi psikologis diterangkan sebagai interaksi yang kontinu dan timbal balik dari determinan lingkungan” (Bandura, 1977:11-12).
            Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang, tidak random; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya.Suatu perspektif belajar sosial menganalisis hubungan kontinu antara variable-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang.
Konsep-konsep utama teori belajar sosial
1.      Pemodelan (Modelling)
Fenomena pemodelan yaitu meniru perilaku orang lain dan pengalaman “vicarious” yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Bandura merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi melainkan manusia itu belajar dari suatu model.Misalnya, guru olahraga mendemonstrasikan loncat tinggi, kemudian para siswa menirunya. Bandura menyebut ini “no-trial learning” sebab para siswa tidak harus melalui proses pembentukan, tetapi dapat  segera menghasilkan respons yang benar.
2.      Fase belajar
Menurut Bandura (1977), ada empat fase belajar dari model, yaitu fase perhatian, retensi, reproduksi dan motivasi.
Fase Perhatian
Pada umumnya para siswa memberikan perhatian pada model-model yang menarik, berhasil, menimbulkan minat, dan popular.Inilah sebabnya mengapa banyak siswa meniru pakaian, tata rambut dan sikap-sikap para bintang film, misalnya.
Fase Retensi
Belajar observasional terjadi berdasarkan kontiguitas.Dua kejadian contiguous yang diperlukan ialah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka panjang.Bandura mengemukakan bahwa peranan kata-kata, nama-nama, atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku sangatlah penting.
            Pengulangan tidak selalu harus terbuka.Pengulangan tertutup dari perilaku yang dipelajari melalui belajar observasional kerap kali dilakukan oleh para mahasiswa calon guru yang mempersiapkan pelajaran mereka yang pertama.
            Dari guru pamong, mahasiswa sebagai calon guru belajar bagaimana berdiri di muka kelas, bagaimana memberikan pelajaran pendahuluan, menuliskan konsep atau kata-kata baru di papan tulis, memberikan giliran pada siswa-siswa, memberikan rangkuman, dan lain sebagainya.sebelum mahasiswa itu memberikan pelajarannya, dalam pikirannya ia membayangkan persiapan yang telah dibuatnya. Pengulangan tertutup semacam ini menolong mahasiswa itu mengingat unsur-unsur pokok pola perilaku yang harus dikuasai.Pengulangan tertutup ini menolong terbentuknya kesesuaian antara perilaku mahasiswa itu dan perilaku model.
Fase Reproduksi
Dalam fase ini bayangan atau kode-kode simbolik verbal dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru diperoleh.Fase reproduksi mengizinkan model atau instruktur untuk melihat apakah komponen-komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh yang belajar.Ada kalanya hanya sebagian dari suatu urutan perilaku yang diberi kode yang benar dan dimiliki.Misalnya, seorang guru mungkin menemukan bahwa setelah memodelkan prosedur-prosedur untuk memecahkan persamaan kuadrat, beberapa siswa hanya dapat memecahkan sebagian dari persamaan itu.Mereka mungkin membutuhkan pertolongan dalam menguasai seluruh urutan untuk memecahkan persamaan kuadrat itu.Kekurangan penampilan hanya dapat diketahui bila siswa-siswa diminta untuk menampilkan.Itulah sebabnya fase reproduksi diperlukan.
Fase Motivasi
Para siswa akan meniru suatu model sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat demikian, mereka akan meningkatkan kemungkinan untuk memperoleh reinforcement.
            Dalam kelas, fase motivasi belajar observasional kerap kali terdiri atas pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model guru. Para siswa memperhatikan model itu, melakukan latihan dan menampilkannya sebab mereka mengetahui bahwa inilah yang dikuasai guru dan menyenangkan guru.
3.      Belajar Vicariuos
Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious.Bila seorang murid berkelakuan baik dan memuji mereka karena pekerjaan mereka yang baik itu. Anak yang nakal melihat bahwa bekerja memperoleh reinforcement sehingga ia pun kembali bekerja.

4.      Pengaturan Sendiri
            Bandura berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya sendiri.
            Respons-respons kognitif kita terhadap perilaku kita sendiri mengizinkan kita untuk mengatur perilaku kita sendiri.Dengan mengamati, kita mengumpulkan data tentang respons-respons kita. Melalui standar-standar panampilan yang sudah terinternalisasi, kerap kali dipelajari melalui observasi , kita pertimbangkan perilaku kita. Dengan memberi hadiah atau menghukum kita sendiri, kita dapat mengendalikan perilaku kita secara efektif.Kita tidak perlu dikendalikan oleh kekuatan lingkungan atau keinginan yang dating dari dalam.Kita dapat belajar menjadi manusia social yang berkepribadian.Dengan menerapkan gagasan-gagasan dari teori belajar social pada diri kita sendiri, kita dapat menjadi guru dan siswa yang lebih baik.

E. Kekuatan dan Kelemahan Teori-teori Perilaku
            Telah diuraikan beberapa teori-teori perilaku. Sebagaimana setiap teori tidak akan pernah sempurna demikian halnya dengan teori-teori peilaku. Di samping kekuatan-kekuatannya ada pula kelemah-kelemahannya.
            Prinsip-prinsip yang melandasi teori-teori perilaku kedudukannya kuat dalam psikologi, dan hal ini telah ditunjukkan dalam berbagai situasi.Prinsip-prinsip ini berguna untuk menjelaskan sebagian besar dari perilaku manusia dan bahkan lebih berguna dalam mengubah perilaku.
            Proses-proses belajar yang kurang tampak, seperti pembentukan konsep, belajar dari buku, pemecahan masalah, dan berfikir, sukar untuk diamati secara langsung sehingga kurang diteliti oleh para teoretikus perilaku. Proses – proses ini termasuk ke dalam domain belajar kognitif.
            Teori-teori belajar perilaku dan kognitif kerap kali dikemukakan sebagai model-model yang bersaing dan bertentangan.Sebenarnya lebih baik melihat kedua macam teori ini sebagai teori-teori yang menanggapi masalah-masalah yang berbeda, jadi lebih bersifat komplimenter dari pada bersaing.
Teori belajar perilaku ini sangat cocok dalam pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur kecepatan spontanitas,  kelenturan daya tahan dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak – anak yang masih membutuhkan peran orang tua.
Namun, penting untuk diketahui bahwa ruang lingkup teori belajar perilaku terbatas. Dengan pengecualian teoritikus – teoritikus sosial, para teoritikus belajar perilaku terutama memusatkan pada perilaku yang tampak. Pandangan teori belajar perilaku ini hanya mengakui adanya stimulus-respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur – unsur yang diamati tersebut. Menurut pandangan teori belajar peilaku, siswa dipandang sebagai pembelajar yang pasif dan kurang memberikan ruang gerak yang bebas untuk siswa dalam mengembangkan potensi dirinya.
 Kekurangan teori belajar ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru bersifat mekanistis dan hanya berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif, murid hanya mendengarkan,  menghafal penjelasan guru sehingga guru sebagai sentral dan bersifat otoriter. Teori belajar ini juga cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukkan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

2 komentar: