2.1 Pengertian
Kode Etik
Setiap profesi harus mempunyai kode
etik profesi. Dengan demikian, jabatan dokter, notaris, arsitek, guru, dan
lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik. Sama
halnya dengan kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum
memiliki pengertian yang sama.
Secara etimologis, “kode etik” berarti
pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau
pekerjaan. Dengan kata lain, kode etik merupakan pola aturan atau tata cara
etis sebagai pedoman berperilaku. Etis berarti sesuai dengan nilai-nilai dan
norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat tertentu.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Pasal 28 menyatakan bahwa “Pegawai Negeri
Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di
dalam dan di luar dan di luar kedinasan.” Dalam penjelasan Undang-Undang
tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sipil
sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat mempunyai pedoman
sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam
pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil
itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa kode
etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan
tugas dan dalam hidup sehari-hari.
Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI
XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia
merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam
melaksanakan panggilan pengbdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari
pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik
Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yaitu: (1) Sebagai landasan moral dan
(2) Sebagai pedoman tingkah laku.
Dari uraian tersebut terlihat bahwa
kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap
anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di
masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota
profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan,
yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau
dilaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam melaksanakan tugas profesi mereka,
melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulannya
sehari-hari di dalam masyarakat.
2.2 Tujuan dan Fungsi Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam
suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi
profesi itu sendiri. Secara umum tujuan kode etik adalah sebagai berikut:
a)
Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Kode etik dapat menjaga
pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai
memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya,
setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau
kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap
dunia luar. Dari segi ini, kode etik juga seringkali disebut kode kehormatan.
b)
Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Kesejahteraan di sini
meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin
(spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir, kode etik umumnya
memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya
dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam
melaksanakan tugasnya, sehingga apabila terdapat tarif di bawah minimum akan
dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan
batin kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk
melaksanakan pofesinya. Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan
yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi
para anggota profesi dalam dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota
profesi.
c)
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Kode etik juga berkaitan
dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota
profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya
dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan
ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan
tugasnya.
d) Untuk meningkatkan mutu
profesi
Kode etik juga memuat
norma-norma dan anjuran agar para anggota organisasi profesi selalu berusaha
untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e)
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Setiap anggota profesi
diwajibkan secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan
kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
f)
Untuk meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi
Kode
etik menjadi suatu acuan dalam memberikan pelayanan kepada sasaran suatu profesi. Selain itu, keuntungan
pribadi juga ditetapkan agar tidak terjadi kesemerawutan dalam melaksanakan
profesinya. Karena hal inilah, dikatakan kode etik dapat meningkatkan layanan
di atas keuntungan pribadi.
g)
Untuk Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
Dengan adanya kode etik,
maka dapat tercipta suatu organisasi professional yang menaungi para
professional. Dengan bergabungnya mereka di suatu wadah, maka akan terciptalah
organisasi professional yang kuat dan terjalin erat karena dilandasi oleh
kesamaan visi dan misi antara personil organisasi tersebut.
h)
Untuk Menentukan baku standarnya sendiri
Suatu
profesi memiliki perbedaan standar dengan profesi lainnya. Dalam hal menentukan
baku standar, kode etik menjadi jawaban untuk menetapkan baku standarnya
sendiri.
Sedangkan fungsi kode etik diantaranya:
a)
Memberikan pedoman bagi setiap
anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
b)
Sebagai sarana kontrol sosial
bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
c) Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang
hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
Etika
profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai bidang. Kode etik yang ada dalam
masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya pemilik kode etik
adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional, misalnya Ikatan
Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat HUKUM Indonesia, Kode
Etik Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada
sekitar tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik.
2.3 Penetapan
Kode Etik
Kode etik hanya dapat
ditetapkan oleh suatu organisasi prpfesi
yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan
pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik
tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan
oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota profesi dari
organisasi tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa orang-orang yang bukan atau
tidak menjadi anggota profesi tersebut tidak dapat dikenakan aturan yang ada di
dalam kode etik tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh
yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua
orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam
organisasi profesi yang bersangkutan.
Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi
secara otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan profesional,
maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni
dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran serius
terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
2.4 Sanksi
Pelanggaran Kode Etik
Sering juga kita jumpai,
bahwa adakalnya negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula
hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi
peraturan hukum atau undang-undang. Apabila halnya demikian, maka aturan yang
mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi
aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa
sanksi perdata maupun sanksi pidana.
Sebagai contoh dalam hal ini jika seorang anggota profesi
bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan
jika dianggap kecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada
umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah
sanksi moral. Barangsiapa melanggar kode etik akan mendapat celaan dari
rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan
dari organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu profesi tertentu,
menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.
2.5 Kode
Etik Guru
Kode Etik Guru Indonesia
dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang
tersusun dengan baik dan sistematis dalam suatu sistem yang utuh dan bulat.
Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman
tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya
sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia
merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para
anggota profesi keguruan.
Kode
Etik Guru Indonesia bersumber dari:
(1) Nilai-nilai Agama dan Pancasila.
(2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Nilai-nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi
perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional, intelektual, sosial, dan spiritual
Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru
Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan
Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air, pertama dalam
Kongres XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian juga disempurnakan dalam
Kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia
yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut:
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari,
bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa
dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa
Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya
dengan mempedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1.
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.
2.
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3.
Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.
Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar-mengajar.
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap
pendidikan.
6.
Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan mutu dan martabat
profesinya.
7.
Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
8.
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.
Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar