A. Konsep
Bimbingan Konseling
Pengertian
bimbingan konseling adalah Pelayanan bantuan untuk peserta didik baik
individu/kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam hubungan
pribadi, sosial, belajar, karir; melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku. Dengan demikian, setiap bimbingan itu
pasti konseling dan setiap konseling belum tentu bimbingan.
1.
Paradigma
Paradigma Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan
bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan Bimbingan dan
Konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta
psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan Bimbingan dan Konseling
yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.
2.
Visi
Visi pelayanan Bimbingan dan Konseling adalah
terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya
pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengetasan masalah
agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri, dan bahagia.
3. Misi
Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan
peserta didik melalui pembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan
keseharian dan masa depan. Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan
potensial dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah/ madrasah,
keluarga dan masyarakat. Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi
pengentasan masalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.
B.
Tujuan
Bimbingan Konseling
1. Tujuan Umum
Tujuan
umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan
pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) Tahun 1989 (UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia
Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud, 1994 : 5).
2. Tujuan Khusus
Secara
khusus layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar
dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial,
belajar dan karier.
Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi – sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggung-jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.
Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi – sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggung-jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.
Secara umum
tujuan
diberikannya layanan Bimbingan dan Konseling adalah:
1. Menghayati
nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam berperilaku
2. Berperilaku
atas dasar keputusan yang mempertimbangkan aspek-aspek nilai dan berani menghadapi
resiko.
3. Memiliki
kemampuan mengendalikan diri (self-control) dalam mengekspresikan emosi atau
dalam memenuhi kebutuhan diri.
4. Mampu
memecahkan masalah secara wajar dan objektif.
5. Memelihara
nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalam berinteraksi dengan orang lain.
6. Menjunjung
tinggi nilai-nilai kodrati laki-laki atau perempuan sebagai dasar dalam
kehidupan sosial.
7. Mengembangkan
potensi diri melalui berbagai aktivitas yang positif
8. Memperkaya
strategi dan mencari peluang dalam berbagai tantangan kehidupan yang semakin
kompetitif.
9. Mengembangkan
dan memelihara penguasaan perilaku, nilai, dan kompetensi yang mendukung
pilihan karir.
10. Meyakini
nilai-nilai yg terkandung dalam pernikahan dan berkeluarga sebagai upaya untuk
menciptakan masyarakat yg bermartabat.
C. Fungsi
Bimbingan Konseling
Ditinjau dari
segi sifatnya, layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi sebagai :
1.
Fungsi
Pencegahan (preventif)
Layanan
Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi pencegahan artinya : merupakan usaha
pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang
diberikan berupa bantuan bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah
yang dapat menghambat perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat
berupa program orientasi, program bimbingan karier, inventarisasi data, dan
sebagainya.
2.
Fungsi
pemahaman
Fungsi
pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan
menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan
keperluan pengembangan siswa pemahaman ini mencakup :
1) Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru pembimbing.
1) Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru pembimbing.
2)
Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalam lingkungan keluarga dan
sekolah) terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru pembimbing.
3)
Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (terutama di dalamnya informasi
pendidikan, jabatan/pekerjaan dan/atau karier dan informasi budaya/nilai-nilai
terutama oleh siswa.
3.
Fungsi
Perbaikan
Walaupun
fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih
menghadapi masalah-masalah tertentu. Disinilah fungsi perbaikan itu berperan,
yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan terpecahnya atau
teratasinya berbagai permasalahan yang dialami siswa.
4.
Fungsi
Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi
ini berarti bahwa layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan dapat membantu
para siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara
mantap, terarah, dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-hal yang dipandang
positif agar tetap baik dan mantap. Dengan demikian, siswa dapat memelihara dan
mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka
perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
D. Orientasi
Bimbingan Konseling
Prayitno dan Amti dalam
bukunya Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (2004) orientasi bimbingan dan
konseling ada tiga yaitu orientasi perseorangan, perkembangan, dan
permasalahan. Berikut diuraikan ketiga orientasi tersebut :
1.
Orientasi
Perseorangan
Sejumlah
kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan konseling
sosial adalah sebagai berikut :
a) Semua kegiatan diselenggarakan dalam rangka
pelayanan BK diarahkan pada peningkatan perwujudan diri sendiri.
b) Kegiatan disini berkenaan dengan individu untuk
memahami kebutuhan-kebutuhan pemanfaatan bagi diri sendiri dan lingkungannya.
c) Setiap
individu harus diterima sebagai individu yang harus ditangani secara individual.
d) Tanggung jawab konselor untuk memahami
minat,kemampuan yang terelakkan bagi berfungsinya individu.
Misalnya seorang konselor
memasuki sebuah kelas; di dalam kelas itu ada sejumlah orang siswa. Apakah yang
menjadi titik berat pandangan berkenaan dengan sasaran layanan, yaitu
siswa-siswa yang hendaknya memperoleh layanan bimbingan dan konseling. “Orientasi
perseorangan” bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor menitik
beratkan pandangan pada siswa secara individual. Satu per satu siswa perlu
mendapat perhatian.
Pemahaman konselor yang baik
terhadap keseluruhan siswa sebagai kelompok dalam kelas itu penting juga,
tetapi arah pelayanan dan kegiatan bimbingan ditunjukkan kepada masing-masing
siswa. Kondisi keseluruhan(kelompok) siswa itu merupakan konfigurasi (bentuk
keseluruhan) yang dampak positif dan negatifnya terhadap siswa secara
individual harus diperhitungkan. Berkenaan dengan isu”kelompok” dan
“individu”,konselor memilih individu sebagai titk berat pandangannya. Dalam hal
ini individu diutamakan dan kelompok dianggap sebagai lapangan yang dapat
memberikan pengaruh tertentu terhadap individu. Dengan kata lain, kelompok
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kebahagiaan individu, dan
bukan sebaliknya. Pemusatan perhatian terhadap individu itu sama sekali tidak
berarti mengabaikan kepentingan kelompok; dalam hal ini kepentingan kelompok
diletakkan dalam kaitannya dengan hubungan timbal balik yang wajar
antarindividu dan kelompoknya. Kepentingan kelompok dalam arti misalnya
keharuman nama dan citra kelompok, kesetiaan kepada kelompok, kesejahteraan
kelompok, dan lain-lain, tidak akan terganggu oleh pemusatan pada kepentingan
dan kebahagiaan individu yang menjadi anggota kelompok itu.
2.
Orientasi
perkembangan
Orientasi ini lebih menekankan
pentingnya peranan yang terjadi pada individu dan sekaligus bertujuan mendorong
konselor dan klien menghilangkan problem yang menjadkan laju perkembangan klien. Salah satu fungsi bimbingan dan konseling adalah fungsi tersebut adalah
pemeliharaan dan pengembangan. Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan
konseling lebih menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi
dan yang hendaknya diterjadikan pada diri individu. Bimbingan dan konseling
memusatkan perhatiannya pada keseluruhan proses perkembangan itu.
Perkembangan sendiri dapat
diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu(berkesinambungan)
dalam diri individu mulai lahir sampai mati”. Pengertian lain dari perkembangan
adalah “perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju ke
tingkat kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan baik menyangkut fisik(jasmaniah) maupun psikis.
Dalam hal itu, peranan
bimbingan dan konseling adalah memberikan kemudahan-kemudahan bagi gerak
individu menjalani alur perkembangannya. Pelayanan bimbingan dan konseling
berlangsung dan dipusatkan untuk menunjang kemampuan inheren individu bergerak
menuju kematangan dalam perkembangannya.
3.
Orientasi
Permasalahan
Ada yang mengatakan bahwa
hidup dan berkembang itu mengandung risiko. Perjalanan kehidupan dan proses perkembangan
sering kali ternyata tidak mulus, banyak mengalami hambatan dan rintangan.
Padahal tujuan umum bimbingan dan konseling, sejalan dengan tujuan hidup dan
perkembangan itu sendiri, ialah kebahagiaan. Hambatan dan rintangan dalam
perjalanan hidup dan perkembangan pastilah akan mengganggu tercapainya
kebahagiaan itu. Agar tujuan hidup dan perkembangan, yang sebagiannya adalah
tujuan bimbingan dan konseling, itu dapat tercapai dengan sebaik-baiknya, maka
risiko yang mungkin menimpa kehidupan dan perkembangan itu harus selalu
diwaspadai. Kewaspadaan terhadap timbulnya hambatan dan rintangan itulah yang
melahirkan konsep orientasi masalah dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
Dalam kaitannya dengan
fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang telah dibicarakan, orientasi masalah
secara langsung bersangkut-paut dengan fungsi pencegahan dan fungsi
pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar dari
masalah-masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkan fungsi pengentasan
menginginkan agar individu yang sudah terlanjur mengalami maslaah dapat
terentaskan masalahnya. Melalui fungsi pencegahan, layanan dan bimbingan
konseling dimaksudkan mencegah timbulnya masalah pada diri siswa sehingga
mereka terhindar dari bernagai permasalahan yang dapat menghambat
perkembangannyA.
Fungsi ini dapat diwujudkan
oleh guru pembimbing atau konselor dengan merumuskan program bimbungan yang
sistematis sehingga hal-hal yang dapat menghambat perkembangan siswa kesulitan
belajar, kekurangan informasi, masalah sosial, dan sebagainya dapat dihindari.
Beberapa kegiatan atau layanan yang dapat diwujudkan berkenaan dengan fungsi
ini adalah layanan orientasi dan layanan kegiatan kelompok.
E. Prinsip
Bimbingan Konseling
Prinsip merupakan paduan hasil kegiatan
teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu
yang dimaksudkan (Prayitno, 1997:219).
Bimbingan dan konseling harus didasarkan pada prinsip
nondiskrimatif, kontektualitas, intregalitas dan kemandirian. Keempat prinsip
ini harus menjadi landasan bagi gerak langkah penyelenggaraan kegitan bimbingan
dan konseling di sekolah. Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan tujuan, sasaran
layanan, jenis layanan dan kegitan pendukung, serta
berbagai aspek oprasionalisasi pelanan bimbingan dan konseling.
berbagai aspek oprasionalisasi pelanan bimbingan dan konseling.
Prinsip-prinsip
tersebut adalah:
a. Prinsip non-diskriminatif. Prinsip
ini berhubungan dengan layanan yang berdasarkan pada prinsip kesetaraan, yakni BK tidak membedakan
konseli karena latar belakang suku, agama, status social dan jenis kelamin:
(a) melayani
semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku,agama, dan status
social;
(b)
memperhatikan tahap perkembangan;
(c)
perhatian adanya perbedaan individu dalam layanan.
b. Prinsip Integralitas, meliputi:
(a)
bimbingan dan konseling meliputi integral dari pendidikan dan pengembangan
individu, sehingga program bimbingan dan konseling diselarakan dengan program
pendidikan dan pengembangan diri peserta didik;
(b) program
bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik maupun lingkungannya;
(c) program
bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan adanya tahap
perkembangan individu;
(d) program
pelayanan bimbingan dan konseling perlu diadakan penolaan
hasil layanan.
c. Prinsip Kontektualitas, prinsip yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dialami individu.
Prinsip ini
meliputi:
(a) pengaruh
kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuain pengaruh lingkungan,
baik di rumah, sekolah dan masyarakat sekitar,
(b)
timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya kesenjangan
social, ekonomi dan budaya.
social, ekonomi dan budaya.
d. Prinsip
kemamdirian, yakni berkaitan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan, meliputi:
(a) BK diarahkan
untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri
sendiri;
(b)
pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas
kemauan diri sendiri;
kemauan diri sendiri;
(c)
permasalahan individu dilayani oleh tenaga ahli atau profesional yang relevan
dengan permasalahan individu;
(d) Perlu
adany a kerjasama dengan personil sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan
pihak lain yang berkewenangan dengan permasalahan individu; dan
(e) proses
pelyanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah memperoleh
hasil pengukuran dan penilaian layanan.
F.
Azas Bimbingan Konseling
Para ahli bimbingan dan konseling, seperti telah bersepakat bahwa asas
bimbingan dan konseling itu ada dua belas. Keduabelas asas tersebut sebagai
berikut:
a.
Asas kerahasiaan, Segala hal yang dibicarakan dalam
proses bimbingan dan konseling harus dijaga kerahasiaannya, terutama masalah
yang dihadapi klien.
b.
Asas kesukarelaan, kedua belah pihak melakukan proses
bimbingan dengan tidak merasa dipaksa atau ditekan. Klien menyampaikan semua
masalah dengan senang hati, begitu pula konselor dengan
iklash memberi bantuan.
c.
Asas keterbukaan, kedua belah pihak bersedia membuka
diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Klien dengan jujur membuka segala
masalah yang dihadapi atau perasaan yang dirasakan. Konselor dengan terbuka
menjawab pertanyaan klien, atau tidak ada hal- hal yang disembunyikan.
d.
Asas kekinian, masalah yang ditangani adalah masalah
yang sedang dialami klien, bukan masalah masa lampau. Selain itu konselor tidak
boleh menunda pemberian bantuan.
e.
Asas kemandirian, Klien tidak tergantung kepada orang
lain atau konselor. Proses bimbingan dan konseling diharapkan menjadikan klien
lebih mandiri dengan ciri pokok seperti mengenal diri dan lingkungannya, mau
menerima diri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan yang tepat,
mengarahkan diri sesuai keoutusannya dan mempu menggali potensi diri seoptimal
mungkin.
f.
Asas kegiatan, bimbingan dan konseling hendaknya
memotivasi klien untuk melakukan sesuatu yang berarti untuk pemecahan masalah
yang dihadapi. Sebab bimbingan dan konseling tidak ada maknanya tanpa
kesungguhan klien untuk melakukan hal-hal yang diyakini dapat menyelesaikan
masalahnya.
g.
Asas kedinamisan, bimbingan dan konseling menghendaki
adanya perubahan yang lebih baik pada diri klien.
h.
Asas keterpaduan, bimbingan dan konseling diupayakan
untuk memadukan segala aspek yang dimilik klien, agar serasi, seimbang dan
saling menunjang.
i.
Asas kenormatifan, Keseluruhan proses bimbingan dan
konseling harus sesuai dengan norma-norma yang berlaku, baik norma agama, norma
adat, norma ilmu, norma hukum, maupun kebiasaan sehari-hari.
j.
Asas keahlian, bimbingan dan konseling dilakukan
secara teratur, sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan instrumen
yang memadai.
k.
Asas alih Tangan, Jika pelaksanaan bimbingan dan
konseling sudah dilaksanakan secara maksimal akan tetapi klien belum terbantu,
maka konselor dapat mengirim / merujuk klien tersebut kepada petugas atau badan
yang lebih ahli.
l.
Asas tut wuri handayani, pelayanan bimbingan dan
konseling hendaknya dapat dirasakan klien tidak hanya ketika meminta bantuan
kepada konselor, namun diluar proses bimbingan dan konselingpun manfaatnya
dapat dirasakan.
G. Dasar Kode
Etik Bimbingan Konseling
Kode
etik adalah pola ketentuan / aturan / tata cra yang menjadi pedoman menjalani
tugas dan aktivitas suatu profesi.
Beberapa rumusan kode etik bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
1. Pembimbing yang memegang jabatan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan kinseling.
2. pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang baik.
3. pekerjaan pembimbing harus harus berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang maka seorang pembimbing harus:
a. Dapat menyimpan rahasia klien
b. Menunjukkan penghargaan yang sama pada berbagai macam klien.
c. Pembimbing tidak diperkjenan menggunakan tena pembantu yang tidak ahli.
d. Menunjukkan sikap hormat kepada klien
e. Meminta bantuan alhi diluar kemampuan stafnya.
Beberapa rumusan kode etik bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
1. Pembimbing yang memegang jabatan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan kinseling.
2. pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang baik.
3. pekerjaan pembimbing harus harus berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang maka seorang pembimbing harus:
a. Dapat menyimpan rahasia klien
b. Menunjukkan penghargaan yang sama pada berbagai macam klien.
c. Pembimbing tidak diperkjenan menggunakan tena pembantu yang tidak ahli.
d. Menunjukkan sikap hormat kepada klien
e. Meminta bantuan alhi diluar kemampuan stafnya.
Landasan
Kode Etik:
1. Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab
2. Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai denagn norma-norma yang berlaku
1. Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab
2. Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai denagn norma-norma yang berlaku
H.
Identifikasi Masalah
Pada
langkah ini yang perlu diperhatikan guru adalah mengenal gejala-gejala awal
dari suatu masalah yang dihadapi siswa. Untuk mengetahui gejala awal tidaklah
mudah, karena harus dilakukan secara teliti dan hati-hati dengan memperhatikan
gejala-gejala yang nampak, kemudian dianalisis dan selanjutnya di evaluasi.
Untuk
mengidentifikasi kasus dan masalah peserta didik, Prayitno. dkk telah
mengembangkan instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan apa yang
disebut dengan alat ungkap masalah (AUM). Instrument ini sangat membantu untuk
menemukan kasus dan mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik,
seputar aspek :
a) Jasmani dan kesehatan
b) Diri pribadi
c) Hubungan sosial
d) Ekonomi dan keuangan
e) Pendidikan dan pelajaran
f) Hubungan muda-mudi
g) Keadaan dan hubungan
keluarga
I.
Alih Tangan Siswa Bermasalah
Alih tangan siswa bermasalah adalah upaya bantuan agar klien mendapatkan
layanan yang optimal dari ahli lain yang benar-benar handal. Bimbingan
dan konseling menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan
pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu
permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak
yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang
tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat
mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
Asas : Asas Kesukarelaan untuk
dipindah ke ahli lain, keterbukaan terhadap segala yang dirasakan
kepada ahli lain dan kerahasiaan.
Pendekatan dan
Teknik
Pertimbangan:
karena masalah yang ada bukan lagi
wewenang Konselor
Hubungan antara ko dan ki sudah dekat
Kontak
Konselor
melakukan kontak awal dengan ahli lain, melalui cara yang cepat dan
tepat. Jika ditanggapi positif oleh ahli lain yang dihubungi, maka klien
bertemu dengan ahli lain tersebut dengan membawa surat pengantar jika
diperlukan.
Evaluasi
Evaluasi
dilakukan setelah ki menghubungi pihak lainnya.
Operasionalisasi
Perencanaan
Menetapkan kasus yang akan di ATK, meyakinkan
klien akan ATK, menghubung ahli lain yang menjadi arah ATK,
menyiapkan materi ATK dan kelengkapan administratif.
Pelaksanaan
Mengkomunikasikan rencana ATK kepada pihak
terkait dan mengalihtangankan klien kepada pihak terkait itu.
Evaluasi
Membahas hasil ATK melalui: Klien,
laporan dari ahli lain dan analisis hasil ATK kemudian mengkaji hasil ATK
terhadap pengentasan masalah klien.
Analisis hasil
evaluasi
Melakukan analisis terhadap efektifitas ATK
terhadap pengentsan masalah klien secara menyeluruh.
Tindak lanjut
Menyelenggarakan layanan lanjutan oleh
konselor jika diperlukan atau klien memerlukan ATK ke ahli lain lagi.
Pelaporan
Menyusun
laporan kegiatan ATK, menyampaikan laporan dan mendokumentasi laporan.
J.
Layanan Konferensi Kasus
Konferensi kasus merupakan kegiatan pendukung atau pelengkap
dalam Bimbingan dan Konseling untuk membahas permasalahan siswa (konseli) dalam
suatu pertemuan, yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan
keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa
(konseli).
Memang, tidak semua masalah yang dihadapi siswa (konseli)
harus dilakukan konferensi kasus. Tetapi untuk masalah-masalah yang tergolong
pelik dan perlu keterlibatan pihak lain tampaknya konferensi kasus sangat
penting untuk dilaksanakan. Melalui konferensi kasus, proses penyelesaian
masalah siswa (konseli) dilakukan tidak hanya mengandalkan pada konselor di
sekolah semata, tetapi bisa dilakukan secara kolaboratif, dengan melibatkan
berbagai pihak yang dianggap kompeten dan memiliki kepentingan dengan
permasalahan yang dihadapi siswa (konseli).
Kendati demikian, pertemuan konferensi kasus bersifat
terbatas dan tertutup. Artinya, tidak semua pihak bisa disertakan dalam
konferensi kasus, hanya mereka yang dianggap memiliki pengaruh dan kepentingan
langsung dengan permasalahan siswa (konseli) yang boleh dilibatkan dalam
konferensi kasus. Begitu juga, setiap pembicaraan yang muncul dalam konferensi
kasus bersifat rahasia dan hanya untuk diketahui oleh para peserta konferensi.
Konferensi kasus bukanlah sejenis “sidang pengadilan” yang
akan menentukan hukuman bagi siswa. Misalkan, konferensi kasus untuk membahas
kasus narkoba yang dialami siswa X. Keputusan yang diambil dalam konferensi
bukan bersifat “mengadili” siswa yang bersangkutan, yang ujung-ujungnya siswa
dipaksa harus dikeluarkan dari sekolah, akan tetapi konferensi kasus harus bisa
menghasilkan keputusan bagaimana cara terbaik agar siswa tersebut bisa sembuh
dari ketergantungan narkoba.
Secara umum, tujuan diadakan konferensi kasus yaitu untuk
mengusahakan cara yang terbaik bagi pemecahan masalah yang dialami siswa
(konseli) dan secara khusus konferensi kasus bertujuan untuk:
1. mendapatkan
konsistensi, kalau guru atau konselor ternyata menemukan berbagai
data/informasi yang dipandang saling bertentangan atau kurang serasi satu sama
lain (cross check data)
2. mendapatkan
konsensus dari para peserta konferensi dalam menafsirkan data yang cukup
komprehensif dan pelik yang menyangkut diri siswa (konseli) guna memudahkan
pengambilan keputusan
3. mendapatkan
pengertian, penerimaan, persetujuan dari komitmen peran dari para peserta
konferensi tentang permasalahan yang dihadapi siswa (konseli) beserta upaya
pengentasannya.
Konferensi kasus dapat ditempuh melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
1.
Kepala sekolah atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta konferensi
kasus, baik atas insiatif guru, wali kelas atau konselor itu sendiri. Mereka
yang diundang adalah orang-orang yang memiliki pengaruh kuat atas permasalahan
dihadapi siswa (konseli) dan mereka yang dipandang memiliki keahlian tertentu
terkait dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli), seperti: orang tua,
wakil kepala sekolah, guru tertentu yang memiliki kepentingan dengan masalah
siswa (konseli), wali kelas, dan bila perlu dapat menghadirkan ahli dari luar
yang berkepentingan dengan masalah siswa (konseli), seperti: psikolog, dokter,
polisi, dan ahli lain yang terkait.
2.
Pada saat awal pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor membuka
acara pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakan konferensi
kasus dan permintaan komitmen dari para peserta untuk membantu mengentaskan
masalah yang dihadapi siswa (konseli), serta menyampaikan pentingnya pemenuhan
asas–asas dalam bimbingan dan konseling, khususnya asas kerahasiaan.
3.
Guru atau konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan yang dihadapi
siswa (konseli). Dalam mendekripsikan masalah siswa (konseli), seyogyanya
terlebih dahulu disampaikan tentang hal-hal positif dari siswa (konseli),
misalkan tentang potensi, sikap, dan perilaku positif yang dimiliki siswa
(konseli), sehingga para peserta bisa melihat hal-hal positif dari siswa
(konseli) yang bersangkutan. Selanjutnya, disampaikan berbagai gejala dan
permasalahan siswa (konseli) dan data/informasi lainnya tentang siswa (konseli)
yang sudah terindentifikasi/terinventarisasi, serta upaya-upaya pengentasan
yang telah dilakukan sebelumnya.
4.
Setelah pemaparan masalah siswa (konseli), selanjutnya para peserta lain
mendiskusikan dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi persetujuan atau
penerimaan tugas dan peran masing-masing dalam rangka pengentasan/remedial atas
masalah yang dihadapi siswa (konseli)
5.
Setelah berdiskusi atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya konferensi
menyimpulkan beberapa rekomendas/keputusan berupa alternatif-alternatif untuk
dipertimbangkan oleh konselor, para peserta, dan siswa (konseli) yang
bersangkutan, untuk mengambil langkah-langkah penting berikutnya dalam rangka
pengentasan masalah siswa (konseli).
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menyelenggarakan konferensi kasus, antara lain:
1.
Diusahakan
sedapat mungkin kegiatan konferensi kasus yang hendak dilaksanakan mendapat
persetujuan dari kasus atau siswa (konseli) yang bersangkutan
2.
Siswa
(konseli) yang bersangkutan boleh dihadirkan kalau dipandang perlu, boleh juga
tidak, bergantung pada permasalahan dan kondisinya.
3.
Diusahakan
sedapat mungkin pada saat mendeskripsikan dan mendikusikan masalah siswa
(konseli) tidak menyebut nama siswa (konseli) yang bersangkutan, tetapi dengan menggunakan kode yang
dipahami bersama.
4.
Dalam
kondisi apa pun, kepentingan siswa (konseli) harus diletakkan di atas segala
kepentingan lainnya.
5.
Peserta
konferensi kasus menyadari akan tugas dan peran serta batas-batas kewenangan
profesionalnya.
6.
Keputusan
yang diambil dalam konferensi kasus berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
rasional, dengan tetap tidak melupakan aspek-aspek emosional, terutama hal-hal
yang berkenaan dengan orang tua siswa (konseli) yang bersangkutan.
7.
Setiap
proses dan hasil konferensi kasus dicatat dan diadminsitrasikan secara tertib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar